Indonesia adalah salah satu negara kepulauan terbesar, membentang dari Sabang hingga Merauke dengan lebih dari 17.000 pulau yang tersebar di sepanjang garis khatulistiwa. Bentuk geografisnya yang unik, dipenuhi dengan gunung berapi, hutan tropis, dan lautan yang luas, membentuk lanskap yang sangat beragam.
Kondisi geografis bukan hanya mempengaruhi budaya dan kehidupan sosial
masyarakat, tetapi juga memiliki pengaruh terhadap keanekaragaman hayati
(biodiversity) yang terdapat di Indonesia. Dengan lebih dari 80.000 spesies
tumbuhan dan 3.000 spesies fauna endemik, Indonesia memiliki salah satu tingkat
keanekaragaman hayati tertinggi di dunia.
Geografis yang Beragam dan Spesies Endemik
Indonesia
terletak di antara dua benua, Asia dan Australia, serta diapit oleh dua
samudra, Hindia dan Pasifik. Lokasinya yang strategis menjadikannya perlintasan
dari berbagai spesies flora dan fauna dari kedua benua tersebut. Pergerakan
lempeng tektonik yang aktif selama jutaan tahun menciptakan pulau-pulau yang
dipisahkan oleh lautan, mempengaruhi ekosistem isolasi alami bagi
spesies-spesies tertentu.
Isolasi
geografis menjadi salah satu alasan utama munculnya spesies endemik di
Indonesia. Sebagai contoh, di Pulau Sumatra dan Kalimantan, kita menemukan
spesies seperti harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) dan orangutan
kalimantan (Pongo pygmaeus). Sementara itu, di wilayah timur Indonesia seperti
Papua, terdapat spesies yang tidak ditemukan di wilayah lain, seperti burung
cenderawasih dan kanguru pohon.
Kondisi
tersebut membuktikan bahwa ragam jenis keanekaragaman hayati dipengaruhi oleh
geografis Indonesia membuat spesies-spesies untuk beradaptasi dan berkembang
dengan cara yang berbeda, sesuai dengan lingkungan pulau tempat mereka hidup.
Hal itu yang disebut dengan evolusi terpisah (allopatric speciation), di mana
spesies yang terisolasi secara geografis berkembang menjadi spesies baru.
Peran Topografi dan Iklim dalam Biodiversitas
Selain letak geografis, topografi Indonesia yang beragam juga mempengaruhi dalam keanekaragaman hayati. Indonesia memiliki pegunungan, lembah, dataran rendah, hingga kawasan pesisir yang semuanya menyediakan habitat yang berbeda bagi berbagai spesies. Pegunungan di pulau-pulau besar seperti Sumatra, Kalimantan, Jawa, dan Sulawesi memiliki ekosistem pegunungan yang berbeda di setiap ketinggian.
Pada ketinggian yang lebih rendah, kita dapat menemukan hutan hujan tropis, sedangkan di ketinggian yang lebih tinggi, hutan pegunungan yang lebih sejuk menjadi rumah bagi flora dan fauna yang berbeda. Keanekaragaman iklim, yang dipengaruhi oleh topografi tersebut, menciptakan berbagai zona ekologi yang unik.
Sebagai contoh, di dataran tinggi Papua, suhu lebih rendah dan kondisi yang lebih lembab menciptakan ekosistem subalpin yang mendukung tanaman lumut dan bunga-bunga kecil, sementara hutan hujan tropis yang lebat di dataran rendah Sumatra merupakan tempat tumbuhnya spesies pohon yang tinggi dan lebat, seperti meranti dan jati.
Faktor-faktor
iklim juga tak kalah pentingnya. Indonesia berada di wilayah tropis dengan dua
musim utama yaitu musim kemarau dan musim hujan yang mempengaruhi kondisi
lingkungan, memengaruhi siklus kehidupan banyak spesies. Curah hujan yang
tinggi dan suhu rata-rata yang hangat sepanjang tahun memungkinkan tumbuhnya
vegetasi yang beragam, dari hutan mangrove di sepanjang pesisir hingga hutan
hujan tropis di pedalaman. Vegetasi, pada gilirannya, menyediakan sumber
makanan dan habitat bagi berbagai spesies hewan.
Pembagian Wilayah Ekologis
Dari sudut
pandang ekologi, Indonesia terbagi menjadi tiga wilayah utama: Sundaland
(Sumatera, Kalimantan, Jawa, dan pulau-pulau sekitarnya), Wallacea (Sulawesi
dan kepulauan sekitar), dan Sahul (Papua dan pulau-pulau sekitarnya). Ketiga
wilayah memiliki karakteristik geografis dan biologis yang berbeda, yang
sebagian besar dipengaruhi oleh sejarah geologi serta kedekatan dengan daratan
Asia atau Australia.
- Sundaland: Wilayah sundaland
merupakan bagian dari dataran Asia. Sebelum akhir zaman es terakhir,
Sumatera, Kalimantan, dan Jawa masih tersambung dengan daratan Asia,
memungkinkan spesies daratan besar seperti harimau, gajah, dan badak untuk
bermigrasi ke wilayah ini. Setelah es mencair dan permukaan laut naik,
daratan yang tenggelam memisahkan pulau-pulau tersebut, menciptakan
isolasi geografis yang mempengaruhi perbedaan spesies lokal.
- Wallacea: Diapit oleh dua zona
biogeografis besar, Wallacea menjadi kawasan transisi yang unik. Wilayah
waalacea tidak pernah terhubung langsung dengan Asia atau Australia,
menyebabkan fauna di Wallacea berbeda. Sulawesi, misalnya, memiliki banyak
spesies endemik seperti anoa dan babirusa, yang tidak ditemukan di tempat
lain.
- Sahul: Papua dan pulau-pulau
sekitarnya lebih dekat dengan Australia, yang menyebabkan adanya kemiripan
fauna dengan benua tersebut. Di Papua, kita menemukan satwa marsupial
seperti kanguru pohon serta berbagai spesies burung cenderawasih yang
terkenal karena keindahannya. Keanekaragaman hayati menunjukkan hubungan
antara ekologi wilayah Papua dengan Australia yang dulunya tergabung dalam
satu benua besar.
Iklim Tropis Mekar Sepanjang Tahun
Keanekaragaman
hayati di Indonesia juga dipengaruhi oleh iklim tropis yang konsisten sepanjang
tahun. Dengan curah hujan yang tinggi dan suhu yang hangat, Indonesia memiliki
iklim yang ideal untuk pertumbuhan vegetasi yang subur. Hutan hujan tropis
Indonesia, yang mencakup lebih dari setengah dari total wilayah daratan,
merupakan rumah bagi ribuan spesies tanaman.
Hutan-hutan
ini tidak hanya menjadi penyangga kehidupan bagi spesies-spesies endemik,
tetapi juga berfungsi sebagai "paru-paru dunia" yang membantu
menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Di Kalimantan, hutan hujan tropis
yang lebat menjadi habitat bagi orangutan, bekantan, dan berbagai spesies
anggrek langka yang tumbuh di sepanjang sungai-sungai yang tenang. Di Sumatra,
harimau sumatra, salah satu kucing besar paling terancam punah.
Keanekaragaman Budaya dan Praktik Konservasi Tradisional
Tidak dapat dipisahkan dari keanekaragaman hayati Indonesia adalah keanekaragaman budaya masyarakatnya. Lebih dari 300 kelompok etnis yang ada di Indonesia memiliki pengetahuan lokal dan kearifan tradisional dalam memanfaatkan serta menjaga kekayaan alam.
Masyarakat adat di berbagai daerah memiliki cara-cara unik dalam
berinteraksi dengan alam, seperti sistem subak di Bali yang mengatur penggunaan
air secara adil dan berkelanjutan, atau sasi di Maluku, sebuah aturan adat yang
melarang penangkapan ikan di wilayah tertentu selama periode tertentu untuk
menjaga populasi ikan.
Peran Lautan dalam Menunjang Keanekaragaman
Laut juga mempengaruhi dalam mendukung keanekaragaman hayati Indonesia. Dengan lebih dari 93.000 km garis pantai, Indonesia memiliki salah satu sistem terumbu karang terbesar di dunia. Terumbu karang merupakan habitat bagi lebih dari 2.500 spesies ikan dan ribuan spesies lainnya, mulai dari moluska hingga mamalia laut.
Lautan Indonesia juga menjadi jalur migrasi bagi berbagai spesies ikan, penyu, dan burung laut, memperkaya keanekaragaman hayati laut Indonesia. Hubungan antara kondisi geografis dan keanekaragaman hayati juga terlihat dari adanya dua wilayah biogeografis yang bertemu di Indonesia, yaitu wilayah Indo-Malaya di barat dan Australasia di timur, yang dipisahkan oleh Garis Wallace.
Garis tersebut menjadi pembatas perbedaan spesies fauna di wilayah barat dan timur Indonesia, di mana bagian barat didominasi oleh spesies Asia, sementara bagian timur dihuni oleh spesies yang lebih dekat dengan Australasia. Garis wallace menandai perbedaan mendasar dalam komposisi ekosistem dan merupakan salah satu bukti bagaimana geografi memengaruhi keanekaragaman hayati.
Kondisi geografis Indonesia yang beragam memiliki hubungan dengan keanekaragaman hayatinya. Letak geografis yang strategis, isolasi pulau-pulau, kondisi topografi, iklim tropis, serta ekosistem laut yang besar menjadikan Indonesia salah satu pusat keanekaragaman hayati. Keanekaragaman hayati bukan hanya aset ekologis, tetapi juga bagian dari identitas dan warisan alam Indonesia yang harus dijaga dengan penuh tanggung jawab.

