Hikayat Bayan Budiman, sebuah karya sastra klasik Melayu yang sarat makna dan nilai luhur, tak hanya memikat pembaca dengan ceritanya yang penuh petualangan dan kebijaksanaan, tetapi juga membawa kita memahami keberagaman bahasa Melayu di masa lampau.
Dalam hikayat Bayan Budiman, terdapat
beberapa kata arkais, yaitu kata-kata yang sudah jarang digunakan dalam bahasa
Indonesia modern, membuat kita belajar Kembali belajar bahasa Melayu klasik.
Kata-kata arkais yang terdapat pada jalinan cerita Hikayat Bayan Budiman. Penggunaannya bukan sekadar pelengkap estetika, tetapi juga memberikan nuansa dan makna yang lebih dalam pada cerita.
Kata-kata arkais
membawa kita kembali ke masa lampau, membayangkan bagaimana orang-orang Melayu
berkomunikasi dan mengungkapkan gagasan berabad-abad silam.
Salah satu contoh kata arkais yang menarik adalah kata
"adinda". Kata ini digunakan untuk menyebut adik perempuan atau
istri, dan memiliki konotasi kasih sayang dan kelembutan. Dalam Hikayat Bayan
Budiman, kata "adinda" sering digunakan oleh Bayan Budiman untuk
memanggil istrinya, Putri Bungsu, mencerminkan rasa cinta dan hormatnya kepada
sang istri.
Contoh lain adalah kata "hamba". Kata ini
digunakan untuk menyebut diri sendiri di hadapan orang yang lebih tinggi
kedudukannya. Dalam hikayat Bayan Budiman sering menggunakan kata
"hamba" ketika berbicara dengan Raja, menunjukkan rasa hormat dan
kepatuhannya sebagai rakyat.
Kata Arkais dalam Hikayat Bayan Budiman
Mari kita ketahui beberapa contoh lain kata arkais yang
terdapat pada cerita Hikayat Bayan Budiman:
- "Bertitah" (berkata): Kata "Bertitah" sering digunakan untuk merujuk pada ucapan raja atau pembesar. Contohnya, "Maka Raja pun bertitah kepada Pangeran Bayan Budiman." Penggunaan kata "Bertitah" menunjukkan strata sosial dan budaya dalam masyarakat Melayu klasik.
- "Sebermula" (pada mulanya): Kata "Sebermula" menandakan awal mula sebuah cerita. Contohnya, "Sebermula, ada sebuah negeri bernama Negeri Saribu Negeri." Penggunaan kata "Sebermula" memberikan kesan formal dan tradisional pada cerita.
- "Pinang" (meminta seorang perempuan untuk dijadikan istri): Kata "Pinang" memiliki arti pada proses melamar atau meminang seseorang. Contohnya, "Maka Pangeran Bayan Budiman pun bermaksud hendak meminang Puteri Cempaka Sari." Kata "Pinang" menunjukkan adat istiadat pernikahan dalam masyarakat Melayu klasik.
- "Paras" (wajah): Kata "Paras" digunakan untuk menggambarkan wajah seseorang. Contohnya, "Paras Puteri Cempaka Sari elok dan molek, tiada tara bandingannya." Penggunaan kata "Paras" menunjukkan kekaguman terhadap kecantikan sang putri.
- "Elok" (baik, bagus, cantik): Kata "Elok" sering digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang indah dan menarik. Contohnya, "Maka Pangeran Bayan Budiman pun kagum melihat negeri yang elok itu." Penggunaan kata "Elok" menambah keindahan dan daya tarik cerita.
- "Perniagaan" (perdagangan): Kata "Perniagaan" memiliki arti Ketika ada kegiatan jual beli. Contohnya, "Pangeran Bayan Budiman pun terkenal sebagai seorang saudagar yang ulung dalam perniagaan." Kata "Perniagaan" menunjukkan mata pencaharian dan aktivitas ekonomi masyarakat Melayu klasik.
- "Mufakat" (setuju, seia sekata): Kata "Mufakat" digunakan untuk menunjukkan persetujuan bersama. Contohnya, "Maka Baginda Raja dan Pangeran Bayan Budiman pun mufakat untuk menjalin persahabatan." Penggunaan kata "Mufakat" menunjukkan budaya musyawarah dan gotong royong dalam masyarakat Melayu klasik.
- "Hubaya-hubaya" (sekali-kali, benar-benar (jangan ...)): Kata "Hubaya-hubaya" digunakan untuk menegaskan sesuatu. Contohnya, "Hubaya-hubaya jangan engkau khianati aku!" Penggunaan kata "Hubaya-hubaya" menunjukkan keseriusan dan ketegasan dalam berbicara.
Kata-kata arkais yang telah disebutkan diatas hanyalah sebagian kecil dari kekayaan bahasa yang terdapat dalam Hikayat Bayan Budiman.
Setiap kata memiliki makna dan ceritanya sendiri, membawa kita kembali ke era
kejayaan bahasa Melayu klasik. Mempelajari kata-kata arkais bukan hanya tentang
memahami bahasa, tetapi juga tentang memahami budaya dan nilai-nilai luhur
masyarakat Melayu di masa lampau.