Keanekaragaman hayati akan menurun secara cepat dan langsung jika terjadi ....
a. invansi
oleh spesies eksotik
b. perubahan
iklim secara global
c. bibit
yang ditanam secara monokultur
d. pertanian
berwawasan industri
e. hilang
dan terpecahnya habitat
Jawaban: c. bibit yang ditanam secara monokultur
Keanekaragaman
hayati, atau biodiversitas mencakup semua variasi genetik, spesies, dan
ekosistem. Namun, di tengah kemajuan teknologi dan pertanian, ancaman terhadap
keanekaragaman hayati semakin meningkat. Salah satu ancaman terhadap
kelangsungan biodiversitas adalah praktik monokultur, yaitu penanaman bibit
yang homogen atau sejenis dalam satu area luas.
Banyak orang
mungkin menganggap bahwa pertanian monokultur hanyalah solusi efisien untuk
memenuhi kebutuhan pangan yang terus meningkat. Namun, di balik keuntungan
jangka pendeknya, sistem pertanian monokultur memicu dampak yang sangat serius
terhadap biodiversitas dan ekosistem alam.
Monokultur Menyederhanakan Alam yang Kompleks
Monokultur
pada dasarnya adalah proses penyederhanaan yang ekstrem terhadap keanekaragaman
alam. Dalam ekosistem alami, keanekaragaman hayati terjaga karena banyaknya
spesies yang berinteraksi satu sama lain. Spesies tumbuhan, hewan, dan
mikroorganisme saling terkait dalam jaring makanan yang kompleks, saling
mendukung, dan menciptakan keseimbangan alam. Namun, monokultur menghapuskan
keragaman dengan hanya menanam satu jenis tanaman di lahan yang luas, sering
kali selama bertahun-tahun tanpa rotasi atau variasi.
Penanaman
bibit yang homogen secara monokultur menciptakan lingkungan yang sangat rentan
terhadap ancaman. Sebagai contoh, jika sebuah hama yang khusus menyerang
tanaman tertentu muncul, seluruh ladang monokultur bisa terancam punah, karena
tidak ada spesies lain yang bisa mengendalikan atau membatasi penyebaran hama.
Tidak adanya variasi genetik di dalam tanaman membuat semua sama rentan
terhadap ancaman penyakit dan perubahan lingkungan.
Baca juga: Adanya ciri-ciri khusus pada setiap individu mengakibatkan
Tindakan berikut ini yang tidak termasuk domestikasi yaitu
Hilangnya Keanekaragaman Genetik dan Keseimbangan Ekosistem
Dalam skala
genetik, monokultur mengurangi keanekaragaman hayati dengan mengeliminasi
varietas tanaman lokal yang secara alami telah beradaptasi dengan lingkungan
setempat. Penggunaan bibit komersial yang seragam dan secara genetik
dioptimalkan untuk produktivitas tinggi cenderung menggantikan
varietas-varietas tradisional yang lebih tahan terhadap fluktuasi iklim dan
ancaman lokal.
Lebih
lanjut, system penanaman monokultur juga mengganggu keseimbangan ekosistem.
Dalam ekosistem alami yang beragam, setiap spesies memiliki fungsi dalam
menjaga keseimbangan, baik sebagai predator, pemangsa, atau penyerbuk.
Penurunan spesies seperti serangga penyerbuk, burung pemangsa hama, atau
mikroorganisme yang menjaga kesuburan tanah, dapat memicu runtuhnya ekosistem
yang kompleks.
Dampak Monokultur Terhadap Tanah dan Kualitas Lingkungan
Selain
mempengaruhi keanekaragaman hayati, monokultur juga membawa dampak buruk
terhadap kualitas tanah. Praktik monokultur cenderung mengeksploitasi nutrisi
tanah secara berlebihan karena tanaman yang sama terus menerus menyerap unsur
hara yang sama dari tanah. Akibatnya, tanah menjadi tandus dan kehilangan
kesuburannya. Untuk mengatasi masalah ini, petani sering kali terpaksa
menggunakan pupuk kimia dalam jumlah besar, yang dalam jangka panjang malah
merusak ekosistem tanah dan mempengaruhi mikroorganisme yang penting bagi
kesehatan tanah.
Pupuk dan
pestisida kimia yang digunakan dalam pertanian monokultur juga memiliki dampak
negatif terhadap lingkungan yang lebih luas. Zat kimia dapat mencemari sumber
air dan meracuni organisme non-target seperti serangga penyerbuk dan ikan di
perairan. Akumulasi bahan kimia beracun di ekosistem pada akhirnya akan
memperparah penurunan keanekaragaman hayati, tidak hanya di lahan pertanian,
tetapi juga di wilayah yang lebih luas.
Baca juga: Salah satu upaya menjaga keanekaragaman hayati adalah
Apa hubungan kondisi geografis dengan keanekaragaman hayati di Indonesia
Membandingkan dengan Pilihan Jawaban Lain
Pilihan
jawaban lain dalam pertanyaan diatas juga berpengaruh terhadap penurunan
keanekaragaman hayati, namun dampaknya sering kali lebih bersifat jangka
panjang atau tidak langsung. Sebagai contoh, invasinya spesies eksotik (jawaban
a) memang mengancam biodiversitas lokal, tetapi prosesnya biasanya lebih lambat
dan memerlukan waktu bertahun-tahun hingga dekade untuk benar-benar merusak
ekosistem.
Perubahan
iklim global (jawaban b) tentu saja merupakan ancaman besar terhadap
keanekaragaman hayati, tetapi dampaknya cenderung terjadi secara bertahap dan
tidak langsung. Perubahan suhu, curah hujan, dan pola cuaca yang tidak menentu
akan mengganggu ekosistem dalam jangka panjang, tetapi efek langsungnya pada
keragaman hayati di beberapa wilayah mungkin tidak terasa secepat monokultur.
Pertanian
berwawasan industri (jawaban d) juga mempengaruhi pada pengurangan
keanekaragaman hayati, tetapi lebih melalui efek samping seperti penggunaan
pestisida dan perubahan tata guna lahan daripada melalui hilangnya
keanekaragaman tanaman.
Hilang dan
terpecahnya habitat (jawaban e) adalah ancaman serius bagi keanekaragaman
hayati, terutama bagi spesies-spesies yang membutuhkan ruang luas dan habitat
yang utuh untuk bertahan hidup. Namun, proses fragmentasi habitat juga sering
terjadi secara perlahan seiring dengan pembangunan manusia dan urbanisasi.
Dari
pertanyaan diatas, jawaban c: bibit yang ditanam secara monokultur memiliki
dampak yang lebih langsung dan cepat terhadap keanekaragaman hayati. Monokultur
dengan cepat menghilangkan keragaman genetik, memutus hubungan ekosistem, dan
menciptakan lingkungan yang tidak mendukung keberagaman spesies dalam waktu
yang relatif singkat.
Sistem
penanaman monokultur tidak hanya mengancam keanekaragaman hayati, tetapi juga
merupakan ancaman yang sangat nyata dan cepat terjadi. Ketika manusia memilih
untuk menanam bibit secara monokultur, kita pada dasarnya sedang menghapus
lapisan keanekaragaman yang telah terbangun selama ribuan tahun oleh alam.
Ekosistem yang kaya dan seimbang menjadi tersingkir oleh produktivitas dan
efisiensi jangka pendek.
Untuk
memastikan kelangsungan keanekaragaman hayati di masa depan, penting bagi kita
untuk mempertimbangkan kembali praktik pertanian dan mengadopsi pendekatan yang
lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan, seperti sistem polikultur,
agroekologi, dan rotasi tanaman.