Salah satu dampak keputusan tidak naik kelas adalah ....
A. Hubungan
baik antara sekolah dan orang tua
B. Naiknya
motivasi belajar peserta didik
C.
Meningkatnya angka putus sekolah
D. Perbaikan
mutu satuan Pendidikan
Jawaban: C. Meningkatnya angka putus sekolah
Keputusan
seorang peserta didik dinyatakan tidak naik kelas menjadi momen paling berat,
bukan hanya bagi siswa, melainkan juga bagi orang tua, guru, bahkan pihak
sekolah. Salah satu dampak yang mengkhawatirkan adalah meningkatnya angka putus
sekolah.
Gambaran Umum Naik Kelas sebagai Simbol Keberhasilan
Dalam kultur pendidikan di Indonesia, naik kelas kerap dimaknai sebagai simbol keberhasilan dan pencapaian. Anak yang berhasil naik kelas dianggap mampu memenuhi standar akademik dan perilaku yang ditetapkan sekolah, sementara murid yang gagal dipandang tidak cukup kompeten untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. Walau sistem kenaikan kelas seolah objektif berbasis nilai ujian, absensi, maupun sikap, keputusan tidak naik kelas membawa dampak psikologis berat pada diri peserta didik.
Menurut data
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek),
meskipun kebijakan Merdeka Belajar mendorong penghapusan praktik tinggal kelas
di banyak sekolah, realitas di lapangan menunjukkan bahwa keputusan ini masih
diterapkan di beberapa satuan pendidikan. Hal tersebut menimbulkan dilemma
untuk mempertahankan standar akademik atau mempertimbangkan aspek psikososial
anak.
Dampak Psikologis Rasa Malu dan Hilangnya Percaya Diri
Bagi seorang
siswa, keputusan tidak naik kelas dapat memunculkan rasa malu, terutama ketika
harus kembali duduk di kelas bersama adik tingkat atau teman sebaya yang sudah
lebih dulu naik. Penelitian oleh UNESCO Institute for Statistics (UIS)
menyebutkan bahwa faktor rasa malu dan tekanan sosial merupakan salah satu
penyebab anak meninggalkan sekolah, selain faktor ekonomi. Rasa percaya diri
yang rendah dapat membuat siswa kehilangan motivasi belajar. Ketika motivasi
hilang, risiko berhenti sekolah meningkat drastis.
Korelasi Tidak Naik Kelas dengan Angka Putus Sekolah
Meningkatnya
angka putus sekolah akibat keputusan tidak naik kelas bukan sekadar asumsi.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa angka putus sekolah di jenjang SMP
masih berada pada kisaran 1,06%, sementara di SMA mencapai 1,45%. Sebagian
besar siswa mengaku kehilangan semangat belajar setelah mengalami kegagalan
akademik, termasuk tidak naik kelas.
Hal ini
diperkuat oleh laporan World Bank Education yang menunjukkan bahwa sistem grade
retention (penahanan kelas) di banyak negara berkembang berpengaruh pada angka
putus sekolah dibandingkan negara-negara yang menerapkan sistem pendampingan
belajar berkelanjutan. Dengan kata lain, kegagalan administratif di sekolah
dapat mengakibatkan kegagalan dalam kehidupan sosial dan ekonomi siswa.
Lingkaran Masalah Dari Sekolah ke Masyarakat
Keputusan
tidak naik kelas tidak berhenti menjadi masalah bagi siswa. Ketika seorang anak
akhirnya memutuskan berhenti sekolah, dampaknya merembet pada keluarga dan
masyarakat. Anak yang putus sekolah lebih rentan bekerja di sektor informal
dengan penghasilan rendah, bahkan sebagian masuk dalam lingkaran pekerja anak.
Data ILO (International Labour Organization) menunjukkan bahwa lebih dari 24%
pekerja anak di Asia Tenggara berasal dari kelompok yang pernah mengalami
kegagalan pendidikan, termasuk tidak naik kelas.
Anak-anak
yang tidak melanjutkan sekolah kehilangan peluang untuk memperoleh keterampilan
yang lebih baik, sementara masyarakat kehilangan potensi sumber daya manusia
yang berkualitas.
Apakah Tidak Naik Kelas Selalu Buruk ?
Tentu saja,
ada pihak yang berpendapat bahwa keputusan tidak naik kelas bisa menjadi
kesempatan bagi siswa untuk memperbaiki kemampuan. Beberapa sekolah berargumen
bahwa penahanan kelas memberi kesempatan bagi anak untuk benar-benar menguasai
kompetensi dasar sebelum melangkah lebih jauh.
Dalam
praktiknya, alih-alih memberi kesempatan memperbaiki diri, penahanan kelas
justru menciptakan beban mental yang menghambat perkembangan anak. Sistem
pendidikan di Finlandia misalnya, hampir sepenuhnya menghapus praktik tidak
naik kelas. Tetapi menggantinya dengan program dukungan personal, seperti
remedial teaching dan counseling, sehingga anak yang kesulitan tetap bisa naik
kelas tanpa kehilangan kesempatan belajar.
Mengapa Perlu Solusi Alternatif ?
Dampak tidak
naik kelas yang berujung pada putus sekolah mengindikasikan adanya masalah
sistemik dalam manajemen pendidikan. Ketika sekolah hanya menilai dari hasil
akademik tanpa memperhatikan aspek psikososial.
Maka, solusi
alternatif perlu ditawarkan. Beberapa strategi yang sudah diusulkan para ahli
pendidikan di Indonesia antara lain:
- Pendampingan individual: Memberikan program belajar tambahan bagi siswa yang tertinggal.
- Kolaborasi sekolah dan orang tua: Menjalin komunikasi aktif agar anak tidak merasa tertekan sendirian.
- Konseling intensif: Menguatkan aspek mental dan motivasi anak agar tidak merasa gagal total.
- Evaluasi berbasis perkembangan: Menilai anak dari proses belajar, bukan semata hasil ujian akhir.
Keputusan
tidak naik kelas seharusnya bukan vonis akhir, melainkan titik awal perbaikan.
Namun keputusan tersebut sering berujung pada meningkatnya angka putus sekolah.
Keputusan tidak naik kelas bukan hanya menurunkan kualitas sumber daya manusia,
melainkan juga menjadi cermin kegagalan sistem pendidikan dalam memberikan
dukungan yang berkelanjutan.