Berikut ini respon guru ketika berperan sebagai penghukum kecuali …

 

berikut ini respon guru ketika berperan sebagai penghukum kecuali

Berikut ini respon guru ketika berperan sebagai penghukum kecuali

 

A. Menghardik

B. Menunjuk-nunjuk

C. Menyakiti

D. Mengapresiasi

 

Jawaban: D. Mengapresiasi

 

Dalam setiap pengajaran, guru tidak hanya dipandang sebagai sosok pengajar, melainkan juga pengendali situasi yang terjadi di antara murid-muridnya. Posisi tersebut membuat guru berperan sebagai figur otoritas yang harus menegakkan aturan, menjaga keteraturan, dan memastikan nilai-nilai disiplin tetap terjaga. 


Namun, peran tersebut membuat guru menjadi dilema yaitu bagaimana menegakkan aturan tanpa kehilangan sisi kemanusiaan dalam interaksi dengan peserta didik?

 

Dari pilihan jawaban yang ada, “mengapresiasi” menjadi pengecualian, sebab tindakan ini tidak berkaitan dengan peran penghukum, melainkan mencerminkan fungsi pembimbing yang mendukung pertumbuhan murid.

 

 

Dinamika Guru dalam Peran sebagai Penghukum

Ketika seorang guru harus berperan sebagai penghukum, biasanya hal itu terjadi karena adanya pelanggaran aturan kelas, sikap tidak disiplin, atau tindakan murid yang dinilai merugikan diri sendiri maupun sekitarnya. 


Berbagai penelitian dalam psikologi pendidikan, seperti yang dipaparkan oleh B.F. Skinner dalam teori behaviorisme, menunjukkan bahwa hukuman digunakan sebagai bentuk reinforcement negatif untuk mengurangi perilaku yang tidak diinginkan.

 

Dalam praktiknya, respon guru sebagai penghukum dapat mengambil bentuk-bentuk berikut:

 

Menghardik

Suara keras, intonasi tinggi, bahkan kata-kata yang tegas menjadi sarana guru untuk menunjukkan ketidaksetujuan. Menghardik bisa dipakai untuk menghentikan perilaku yang dianggap mengganggu proses belajar.

 

Menunjuk-nunjuk

Gerak tubuh yang mengarah ke murid dengan jari telunjuk bisa menjadi simbol otoritas sekaligus tekanan psikologis. Bahasa tubuh seperti ini bisa digunakan untuk menegaskan dominasi guru.

 

Menyakiti

Dalam situasi tertentu, hukuman bahkan dapat mengambil bentuk fisik atau verbal yang menyakiti peserta didik. Meskipun praktik ini secara resmi dilarang, fakta di lapangan menunjukkan bahwa masih ada guru yang menggunakan bentuk hukuman semacam ini. 


Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat bahwa kasus kekerasan di sekolah, baik verbal maupun fisik, sebagian besar berawal dari praktik penghukuman yang salah kaprah.

 

Tiga respons tersebut jelas mewakili peran guru sebagai penghukum. Namun, mengapresiasi tidak termasuk kategori menghukum.

 

 

Mengapresiasi Antitesis dari Peran Penghukum

Berbeda dengan menghardik, menunjuk, atau menyakiti, sikap mengapresiasi dilakukan dari niat untuk membangun, bukan menghukum. Apresiasi diberikan ketika murid menunjukkan perilaku positif, usaha yang sungguh-sungguh, atau pencapaian yang patut dihargai.

 

Konsep ini sejalan dengan pandangan Lev Vygotsky dalam teori sociocultural learning, yang menekankan pentingnya interaksi positif antara guru dan murid untuk membangun motivasi belajar. Mengapresiasi berarti mengakui usaha murid, mendorong untuk berani mencoba, serta menumbuhkan rasa percaya diri.

 

Apabila guru menempatkan apresiasi sebagai respons pada situasi penghukuman, maka akan terjadi kontradiksi. Sebab apresiasi tidak dimaksudkan untuk memberi efek jera, melainkan untuk memperkuat perilaku baik. Dengan kata lain, apresiasi adalah strategi pedagogis, sedangkan hukuman adalah mekanisme kontrol.

 

 

Kritik terhadap Pola Penghukuman di Sekolah

Realitas pendidikan di Indonesia masih menunjukkan adanya praktik penghukuman yang keras, bahkan melewati batas. Sebuah laporan dari UNICEF Indonesia mengungkapkan bahwa 66% anak usia sekolah pernah mengalami bentuk hukuman fisik atau verbal di ruang kelas. Praktik ini jelas berseberangan dengan prinsip positive discipline.

 

Kritik utama terhadap pola penghukuman konvensional adalah bahwa tindakan tersebut hanya menekan perilaku murid tanpa menyelesaikan permasalahan. Murid mungkin berhenti melakukan kesalahan karena takut, tetapi tidak memahami alasan mengapa perilaku itu tidak boleh dilakukan. Akibatnya, pendidikan moral dan pembentukan karakter tidak tercapai secara utuh.

 

Di sisi lain, pendekatan berbasis apresiasi justru terbukti lebih efektif. Data dari American Psychological Association menunjukkan bahwa strategi penguatan positif mampu meningkatkan motivasi diri siswa hingga 40% lebih tinggi dibanding strategi berbasis hukuman.

 

 

Transformasi pendidikan modern menuntut guru untuk meninggalkan pola lama yang menempatkan hukuman sebagai instrumen utama. Peran guru seharusnya bergeser dari penghukum menjadi pembimbing, dari penekan menjadi pengarah, dan dari pengontrol menjadi pengajar.

 

Mengapresiasi sebagai bukti bahwa hubungan guru dan murid seharusnya dibangun di atas kepercayaan, rasa hormat, dan semangat untuk saling mendukung. Apresiasi tidak hanya menciptakan suasana kelas yang kondusif, tetapi juga menanamkan nilai keadilan dan penghargaan pada usaha murid.

 

 

Pada pertanyaan “Berikut ini respon guru ketika berperan sebagai penghukum kecuali …”, jelaslah bahwa jawaban yang tepat adalah D. Mengapresiasi. Menghardik, menunjuk-nunjuk, dan menyakiti merupakan representasi dari peran guru sebagai penghukum, sedangkan mengapresiasi tidak termasuk sikap menghukum.

LihatTutupKomentar