Seorang guru
tidak hanya menyampaikan materi ajar atau target kurikulum, melainkan juga
dengan setiap murid yang memiliki kebutuhan berbeda. Murid datang dengan latar
belakang keluarga, pengalaman sosial, hingga kondisi psikologis tidak sama.
Sehingga membentuk pola kebutuhan yang, jika diperhatikan dengan serius, justru
lebih menentukan keberhasilan proses belajar ketimbang hanya pencapaian nilai.
Data dari
UNESCO Global Education Monitoring Report menegaskan bahwa keberhasilan
pendidikan bergantung bukan hanya pada akses, tetapi juga pada pemenuhan
kebutuhan dasar psikososial murid seperti rasa aman, motivasi, dukungan
emosional, serta pengakuan diri. Pertanyaannya, kebutuhan murid apa yang paling
sering dijumpai Ketika mengajar, dan bagaimana hal itu tercermin dalam praktik
mengajar sehari-hari?
Antara Kebutuhan Belajar dan Kebutuhan Manusiawi
Psikolog
pendidikan merujuk pada hierarki kebutuhan Abraham Maslow sebagai acuan untuk
memahami kebutuhan murid. Maslow menyebutkan bahwa sebelum seseorang mampu
mencapai aktualisasi diri, maka harus terlebih dahulu memenuhi kebutuhan dasar
seperti rasa aman, penghargaan, dan kebutuhan sosial. Sehingga kebutuhan murid
bukan hanya soal memahami rumus matematika atau menghafal teks sejarah,
melainkan bagaimana bisa merasa aman, dihargai, dan diakui keberadaannya.
Penelitian
dari American Psychological Association (APA) menunjukkan bahwa murid yang
merasa aman secara emosional dan memiliki hubungan baik dengan guru cenderung
menunjukkan motivasi belajar lebih tinggi, dengan persentase peningkatan
keterlibatan akademik hingga 23%. Hal itu menunjukkan bahwa kebutuhan yang
paling sering dijumpai di kelas tidak selalu berupa pemahaman materi, melainkan
kebutuhan akan rasa aman dan dukungan emosional.
Kebutuhan untuk Dipahami dan Dihargai
Beberapa
guru beranggapan bahwa kebutuhan utama murid adalah memahami pelajaran.
Padahal, berdasarkan riset dari UNESCO Global Education Monitoring Report,
lebih dari 60% murid di berbagai negara menyatakan bahwa faktor yang paling
memengaruhi keberhasilan belajar yaitu “hubungan positif dengan guru”. Relasi
yang sehat bisa terjalin ketika guru mau mendengarkan, memahami latar belakang
murid, serta menghargai pendapat yang berbeda.
Kebutuhan akan Rasa Aman dalam Proses Belajar
Tidak jarang
murid mengungkapkan ketakutan untuk bertanya atau menjawab di kelas. Ketakutan
berasal dari budaya malu, takut salah, atau khawatir diejek teman sebaya. Dalam
situasi tersebut, kebutuhan murid yang sering dijumpai yaitu kebutuhan akan
rasa aman. Rasa aman bukan hanya dalam bentuk keamanan fisik, tetapi juga aman
secara psikologis.
Guru yang
mampu mengajar dengan rasa aman, di mana murid bebas mengekspresikan ide tanpa
takut salah, maka lebih berhasil menumbuhkan partisipasi aktif. Data dari
Harvard Graduate School of Education) menegaskan bahwa situasi belajar yang
aman bisa meningkatkan performa akademik rata-rata 15–20% dibanding kelas
dengan suasana kompetitif dan penuh tekanan.
Kebutuhan untuk Mendapatkan Perhatian Individual
Selain
keamanan, murid juga menunjukkan kebutuhan untuk diakui sebagai individu. Dalam
proses belajar, pengakuan bukan hanya berupa nilai, melainkan apresiasi atas
usaha, identitas, dan pendapat yang dimiliki.
Teori
Hierarchy of Needs Abraham Maslow yang masih sesuai hingga kini, menempatkan
kebutuhan akan penghargaan sebagai salah satu faktor perkembangan peserta
didik. Murid yang merasa tidak dihargai, akan memilih diam, enggan terlibat
aktif, bahkan bisa mengalami penurunan motivasi belajar.
Pengakuan
bisa sesederhana memanggil nama murid dengan benar, memberikan kesempatan
menyampaikan pendapat, atau menghargai jawaban meski tidak sepenuhnya tepat.
Dalam observasi yang dilakukan oleh OECD Programme for International Student
Assessment (PISA), murid yang mendapat penghargaan non-akademik dari gurunya
memiliki skor keterlibatan belajar lebih tinggi dibanding yang hanya dinilai
dari capaian akademik semata.
Kebutuhan akan Kesesuaian Pelejaran
Selain
kebutuhan emosional, ada pula kebutuhan murid untuk merasa bahwa apa yang
dipelajari sesuai dengan kehidupan nyata. Seorang murid SMP akan bertanya dalam
hati: “Untuk apa saya belajar persamaan linear?” atau “Apa hubungannya rumus
kimia dengan masa depan saya?”. Pertanyaan tersebut mengindikasikan kebutuhan
mendasar murid untuk memahami pembelajaran.
Survei dari
World Bank menunjukkan bahwa murid lebih termotivasi ketika guru mampu
mengaitkan materi pelajaran dengan situasi kehidupan sehari-hari. Murid ingin
tahu bagaimana pelajaran matematika dapat membantu mengelola keuangan pribadi,
atau bagaimana literasi bahasa bisa mendukung dalam berkomunikasi.
Rasa aman,
pengakuan, dukungan emosional, kejelasan instruksi, hingga kesesuaian materi
menjadi kebutuhan yang sering dijumpai di ruang kelas. Tugas guru sejatinya
bukan hanya menyampaikan ilmu, melainkan membaca kebutuhan tersebut dengan
menyesuaikan pendekatan mengajar. Hubungan antara murid yang ingin didengar dan
guru yang mau mendengar, antara murid yang mencari arah dan guru yang menuntun
dengan sabar.