Apakah kebiasaan yang ingin diubah dari proses perencanaan berbasis data ...?
a. Proses
perencanaan harus berdasarkan data kegiatan tahun sebelumnya
b.
Perencanaan yang berdasarkan asumsi menjadi perencanaan berdasarkan data dan
fakta
c.
Perencanaan yang melibatkan data dari kepala sekolah dan guru saja
d. Proses
perencanaan yang terkait dengan peningkatan kualitas sarana dan prasarana fisik
Jawaban: b. Perencanaan yang berdasarkan asumsi menjadi perencanaan berdasarkan data dan fakta
proses
perencanaan menjadi acuan yang menentukan arah kebijakan, program, dan hasil
pembelajaran. Namun, tidak jarang perencanaan dilakukan dengan cara-cara lama
berdasarkan asumsi, perkiraan, bahkan mengikuti pola tahun sebelumnya tanpa ada
pembaruan berdasarkan kondisi nyata. Hal itu yang menjadi kritik mendasar
terhadap perencanaan yang tidak bertumpu pada data yang akurat dan valid.
Kebiasaan
yang ingin diubah dari proses perencanaan berbasis data adalah perencanaan yang
selama ini hanya mengandalkan asumsi, lalu berubah menjadi perencanaan yang
benar-benar didasarkan pada data dan fakta.
Mengubah Cara Pandang Perencanaan
Kepala
sekolah, guru, maupun pejabat pendidikan berasumsi bahwa kebutuhan murid sama
dengan ajaran tahun sebelumnya, sehingga program pendidikan disusun secara
repetitif. Misalnya, kegiatan remedial dilakukan tanpa memeriksa kompetensi
mana yang paling lemah, atau program literasi dijalankan tanpa meninjau sejauh
mana capaian kemampuan membaca siswa di setiap jenjang.
Kebiasaan
itu menimbulkan risiko yaitu sumber daya pendidikan baik waktu, tenaga, maupun
anggaran tidak diarahkan secara tepat sasaran. Alih-alih menjawab persoalan
aktual, perencanaan berbasis asumsi hanya berdasar kegiatan rutin yang bersifat
seremonial.
Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui
kebijakan Merdeka Belajar menegaskan pentingnya data sebagai basis pengambilan
keputusan. Salah satu instrumen yang digunakan adalah Rapor Pendidikan, yang
menyediakan informasi tentang capaian hasil belajar siswa, kualitas pengajaran,
serta kondisi lingkungan sekolah. Rapor Pendidikan dikembangkan dari Asesmen
Nasional (AN) yang mengukur literasi, numerasi, dan karakter, serta survei
lingkungan belajar.
Dengan data
semacam ini, perencanaan tidak lagi bersifat "mengira-ngira",
melainkan mengacu pada kondisi riil. Sekolah dapat melihat di mana kelemahan
siswanya, kemudian menyusun strategi yang sesuai dan terukur.
Mengapa Perencanaan Berbasis Asumsi Harus Ditanggalkan?
Jika
dicermati, terdapat beberapa alasan mengapa perencanaan berbasis asumsi tidak
lagi sesuai:
Tidak Efisien
Sumber daya
yang terbatas menjadi sia-sia jika diarahkan pada kegiatan yang tidak menjawab
kebutuhan nyata. Menurut laporan World Bank Education Review, salah satu
tantangan pendidikan di negara berkembang, termasuk Indonesia, adalah
ketidaktepatan alokasi sumber daya karena lemahnya pemanfaatan data.
Mengaburkan Prioritas
Asumsi bisa
menggeneralisasi masalah. Padahal, tiap sekolah memiliki karakteristik yang
berbeda. Tanpa data, sulit menentukan prioritas yang benar-benar mendesak.
Menghambat Akuntabilitas
Ketika
perencanaan dibuat tanpa data, sulit mengukur apakah kebijakan berhasil atau
gagal. Data berfungsi sebagai tolok ukur obyektif, yang memungkinkan evaluasi.
Mengurangi Inovasi
Perencanaan
berbasis asumsi cenderung mengulang pola lama. Sebaliknya, ketika data
dianalisis, ada peluang untuk melahirkan solusi baru sesuai kebutuhan riil.
Kebiasaan
yang ingin diubah dalam proses perencanaan berbasis data jelas, dari
perencanaan yang semula hanya bertumpu pada asumsi, menjadi perencanaan yang
berdasarkan data dan fakta.
Dengan
meninggalkan pola lama dan menggantinya dengan keputusan berbasis bukti, sistem
pendidikan Indonesia memiliki peluang untuk menghasilkan kebijakan yang
efektif, efisien, serta berkeadilan.
Jika
perubahan konsisten dijalankan, maka perencanaan tidak lagi menjadi rutinitas
tahunan, melainkan instrumen strategis yang mampu menjawab kebutuhan siswa,
guru, dan sekolah.