Hikayat, warisan sastra leluhur yang sarat makna dan nilai, memikat hati pembacanya dengan jalinan cerita fantasi dan bahasa yang khas. Di balik keindahan ceritanya, hikayat menyimpan kekayaan bahasa Melayu klasik yang menjadi ciri khasnya.
Ciri-ciri bahasa yang dominan pada cerita hikayat hanya mempercantik narasi, tetapi juga menjadi penanda identitas hikayat sebagai genre sastra yang unik.
- Salah satu ciri bahasa yang dominan dalam hikayat adalah penggunaan kata-kata arkais, yaitu kata-kata yang sudah jarang digunakan dalam bahasa modern. Kata-kata ini seperti "adinda" (adik perempuan), "patik" (saya), "gerangan" (apakah), dan "berlaparkan" (kelaparan). Penggunaan kata-kata arkais memberikan nuansa kuno dan memperkuat atmosfer cerita yang berlatar masa lampau.
- Selain kata arkais, hikayat juga diwarnai dengan penggunaan kalimat panjang dan berbelit. Kalimat-kalimat tersebut biasanya diawali dengan konjungsi seperti "adapun", "maka", "jikalau", dan "sebab". Struktur kalimat yang beragam bertujuan untuk membangun narasi yang detail dan penuh penggambaran, sehingga pembaca dapat lebih mudah terhanyut dalam cerita.
Penggunaan majas juga menjadi ciri khas bahasa hikayat. Majas-majas seperti simile, metafora, personifikasi, dan hiperbola terkandung pada teks hikayat, menambah keindahan bahasa dan memperkaya makna cerita. Contohnya, penggambaran tokoh putri yang "cantik jelita bagaikan rembulan purnama" merupakan majas simile yang melukiskan kecantikan sang putri secara puitis.
Keunikan bahasa hikayat tak berhenti di situ. Hikayat juga
menggunakan pola alokasi yang khas, yaitu pembagian teks menjadi bagian-bagian
kecil yang disebut "bintang". Setiap bintang biasanya memuat satu
peristiwa atau gagasan, dan dipisahkan oleh tanda baca tertentu. Pola alokasi
memudahkan pembaca untuk mengikuti alur cerita dan memahami isi teks.
Ciri-ciri bahasa yang dominan dalam hikayat, seperti penggunaan kata arkais, kalimat panjang, majas, dan pola alokasi, menjadikannya berbeda dengan genre sastra lainnya.
Kekhasan bahasa bukan hanya mempercantik
cerita, tetapi juga memberikan nilai budaya dan sejarah yang tak ternilai.
Memahami ciri-ciri bahasa hikayat membuat merasa Kembali ke masa lampau,
memungkinkan kita untuk menelusuri jejak bahasa Melayu klasik dan melestarikan
kekayaan budaya leluhur.
Sebagai contoh, mari kita amati kutipan singkat dari Hikayat Hang Tuah berikut:
- "Adapun setelah beberapa lamanya maka datanglah angin ribut yang amat sangat, sehingga sekalian negeri gemparlah. Langit menjadi kelam, dan guruh mengguntur bertubi-tubi. Hujan turun dengan lebatnya, dan kilat menyambar-nyambar. Ombak di laut menjadi besar dan tinggi, sehingga perahu-perahu kecil tenggelam di laut."
Dalam kutipan tersebut, kita dapat menemukan beberapa ciri
bahasa hikayat yang telah disebutkan sebelumnya, seperti:
- Penggunaan kata arkais: "Adapun", "setelah beberapa lamanya", "sekalian negeri", "gemparlah", "langit", "kelam", "guruh", "menguntur", "bertubi-tubi", "hujan", "lebatnya", "kilat", "menyambar-nyambar", "ombak", "laut", "besar", "tinggi", "perahu", "kecil", "tenggelam".
- Kalimat panjang dan berbelit: "Adapun setelah beberapa lamanya maka datanglah angin ribut yang amat sangat, sehingga sekalian negeri gemparlah. Langit menjadi kelam, dan guruh mengguntur bertubi-tubi. Hujan turun dengan lebatnya, dan kilat menyambar-nyambar. Ombak di laut menjadi besar dan tinggi, sehingga perahu-perahu kecil tenggelam di laut."
- Penggunaan majas: "Langit menjadi kelam" (personifikasi), "guruh mengguntur bertubi-tubi" (hiperbola), "hujan turun dengan lebatnya" (hiperbola), "kilat menyambar-nyambar" (personifikasi), "ombak di laut menjadi besar dan tinggi" (hiperbola).
1. Bahasa Melayu Klasik Dasar Cerita
Ciri bahasa yang paling dominan dalam hikayat adalah penggunaan bahasa Melayu klasik. Bahasa melayu memiliki struktur dan kosakata yang berbeda dengan bahasa Indonesia modern. Penggunaan kata-kata arkais, seperti "adinda", "patik", dan "jikalau", dipakai pada setiap kalimat, memberikan nuansa kuno dan membangkitkan atmosfer cerita yang sarat tradisi.
2. Konjungsi Merangkai Alur Cerita
Konjungsi atau kata penghubung menambah nuansa alur cerita hikayat. Kata-kata seperti "maka", "tatkala", dan "kemudian" sering digunakan untuk menghubungkan antar kalimat dan paragraf, membuat narasi cerita jadi lebih halus dan memperjelas urutan kejadian dalam cerita.
3. Majas Memperkaya Makna pada Bahasa
Penggunaan majas, seperti simile, metafora, dan personifikasi, menjadi ciri khas lain dalam bahasa hikayat. Majas-majas tersebut digunakan untuk memperkaya makna, membangkitkan imajinasi pembaca, dan menambah keindahan bahasa dalam cerita.
4. Unsur Magis dan Keajaiban
Cerita hikayat sering kali diwarnai dengan unsur magis dan keajaiban. Hal ini tercermin dalam penggunaan kata-kata yang berkaitan dengan kekuatan supranatural, seperti "puaka", "jimat", dan "mantera". Penggunaan kata-kata tersebut membuat cerita yang magis dan penuh misteri.
5. Nilai-Nilai Moral dan Ajaran Luhur
Cerita hikayat sarat dengan nilai-nilai moral dan ajaran
luhur. Nilai-nilai moral disampaikan melalui berbagai cara, seperti
penggambaran karakter, dialog antar tokoh, dan amanat yang terkandung dalam
cerita.
Baca Juga: Jejak Penulis Hilang Mengapa Salah Satu Ciri Hikayat Disebut Anonim
Memahami Bahasa Melayu Melalui Kata Arkais dalam Hikayat Indera Bangsawan
Memahami ciri-ciri bahasa hikayat seperti yang telah dijelaskan di atas membuat kita untuk memahami keragaman sastra dan budaya leluhur.
Dengan mempelajari bahasa hikayat, kita tidak hanya dapat menikmati
keindahan cerita, tetapi juga dapat mempelajari nilai-nilai moral