Hikayat Indera Bangsawan mengisahkan tentang dua pangeran
dari Negeri Kembayat, yaitu Pangeran Syah Peri dan Pangeran Indera Bangsawan.
Raja Kembayat, Indera Bungsu, ingin mewariskan tahhtanya kepada salah satu
putranya.
Raja memberikan mereka berdua tugas untuk mencari buluh
perindu, sebuah benda magis yang dapat mengetahui siapa yang paling mencintai
mereka. Pangeran Syah Peri, dengan kecerdikannya, berhasil menipu peri hutan
untuk mendapatkan buluh perindu.
Sedangkan Indera Bangsawan, yang jujur dan baik hati,
mendapatkan buluh perindu dengan cara yang sulit dan penuh rintangan. Ketika
buluh perindu diuji, ternyata cinta Indera Bangsawan-lah yang tulus.
Namun, karena iri hati, Pangeran Syah Peri menuduh Indera
Bangsawan mencuri buluh perindu. Raja Indera Bungsu pun termakan tipu daya dan
mengusir Indera Bangsawan dari kerajaan.
Indera Bangsawan kemudian berkelana dan bertemu dengan
berbagai rintangan dan petualangan. Di tengah perjalanan, ia bertemu dengan
Putri Cendera Kirana dan mereka pun jatuh cinta.
Bersama-sama, mereka mengalahkan Pangeran Syah Peri dan
mendapatkan kembali tahta kerajaan Kembayat. Hikayat Indera Bangsawan
mengandung pesan moral tentang kejujuran, kebaikan hati, dan pentingnya cinta
sejati.
Tokoh-tokoh:
- Indera Bungsu: Raja Kembayat
- Syah Peri: Putra sulung Indera Bungsu
- Indera Bangsawan: Putra bungsu Indera Bungsu
- Putri Cendera Kirana: Putri Raja Negeri Kembara
- Peri Hutan: Penjaga buluh perindu
Nilai-nilai Moral:
- Kejujuran
- Kebaikan hati
- Kesabaran
- Kegigihan
- Cinta sejati
Unsur-unsur Cerita:
- Cerita rakyat: Hikayat Indera Bangsawan merupakan cerita rakyat yang berasal dari Melayu.
- Fiksi: Cerita ini bersifat fiksi, meskipun mungkin mengandung unsur-unsur sejarah atau legenda.
- Pesan moral: Cerita ini mengandung pesan moral tentang kejujuran, kebaikan hati, dan pentingnya cinta sejati.
- Amanat: Amanat cerita ini adalah agar kita selalu bersikap jujur, baik hati, dan sabar dalam menghadapi rintangan hidup.
Menemukan Kata Arkais Hikayat Indera Bangsawan
Mari kita ketahui bentuk penulisan pada cerita Hikayat
Indera Bangsawan untuk menemukan kata-kata arkais yang tersembunyi. Salah satu
contohnya adalah kata "adinda", yang berarti adik perempuan. Kata
"adinda" sering digunakan untuk menyapa Putri Cindera Bulan, sang
kekasih Indera Bangsawan. Kata "adinda" memberikan nuansa keakraban
dan kasih sayang yang begitu mendalam.
Contoh lain adalah kata "hamba", yang digunakan
untuk menunjukkan rasa hormat kepada raja atau orang yang lebih tinggi
kedudukannya. Kata "hamba" mencerminkan struktur sosial masyarakat
Melayu pada masa lampau di mana kedudukan dan penghormatan sangat dijunjung
tinggi.
Tak hanya itu, kata "gerbang" pun memiliki makna
yang berbeda dari sekarang. Dalam Hikayat Indera Bangsawan, gerbang bukan hanya
sebatas pintu, tetapi juga simbol batas antara dunia luar dan dalam, antara
dunia manusia dan dunia kahyangan. Kata "gerbang" sarat makna dan
membuka pemahaman yang lebih luas.
Salah satu contoh kata arkais yang menarik adalah
"beroleh", yang berarti "mendapat". Kata
"beroleh" membawa kita kembali ke masa di mana bahasa Melayu masih
kental dengan pengaruh bahasa Sanskerta. Kata "beroleh" berasal dari
kata Sanskerta "labh" yang memiliki makna serupa.
Contoh lain adalah "titah", yang berarti
"perintah". Kata "titah" mencerminkan struktur kerajaan dan
budaya feodal yang mewarnai Hikayat Indera Bangsawan. Penggunaan kata
"titah" menunjukkan kedudukan dan kepatuhan dalam masyarakat saat
itu.
Kata arkais lainnya yang tak kalah menarik adalah
"buluh", yang berarti "bambu". Kata "buluh"
mengingatkan kita pada kekayaan alam dan pemanfaatannya dalam kehidupan
masyarakat Melayu tradisional. Buluh banyak digunakan untuk berbagai keperluan,
seperti membuat rumah, senjata, dan peralatan rumah tangga.
Keindahan kata arkais dalam Hikayat Indera Bangsawan tak
hanya terletak pada maknanya, tetapi juga pada estetikanya. Kata-kata arkais
seperti "mahligai" (istana) dan "ditoreh" (dipotong),
memiliki bunyi yang merdu dan membangkitkan imajinasi.
Penggunaan kata arkais dalam Hikayat Indera Bangsawan bukan
tanpa alasan. Penulis, dengan sengaja, memilih kata-kata tersebut untuk
menciptakan suasana cerita yang sesuai dengan masanya. Kata-kata arkais membawa
pembaca Kembali ke kehidupan Melayu klasik.
Sejarah Penulisan:
Hikayat Indera Bangsawan ditulis oleh Muhammad Bakir pada
tahun 1894. Cerita Hikayat Indera Bangsawan merupakan salah satu karya sastra
Melayu klasik yang terkenal dan banyak digemari.
Kata arkais dalam Hikayat Indera Bangsawan bukan sekadar peninggalan masa lampau, tetapi juga jendela untuk memahami budaya dan nilai-nilai luhur Bahasa mlayu.
Melestarikan kata-kata arkais berarti
melestarikan warisan budaya Bahasa melayu. Dengan memahami kata arkais, kita
dapat lebih menghargai kekayaan budaya melayu dan melestarikannya.