Seorang pendeta yang menentang pelaksanaan sistem tanam paksa adalah

 

Seorang pendeta yang menentang pelaksanaan sistem tanam paksa adalah

Seorang pendeta yang menentang pelaksanaan sistem tanam paksa adalah ...

 

a. Douwes Dekker

b. Multatuli

c. Raffles

d. Van Deventer

e. Baron van Hoevel

 

Jawaban: e. Baron van Hoevel

 

Sistem tanam paksa merupakan salah satu kebijakan kolonial Belanda yang paling terkenal sekaligus paling kontroversial dalam sejarah penjajahan di Indonesia. Diterapkan pertama kali pada tahun 1830 oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch, 


sistem ini mewajibkan rakyat pribumi untuk menanami sebagian tanah sekitar 1/5 dari lahan yang dimiliki dengan tanaman ekspor seperti kopi, tebu, nila, dan teh yang hasilnya harus diserahkan kepada pemerintah kolonial Belanda. 


Kebijakan ini dimaksudkan untuk menutup defisit keuangan Belanda akibat perang dan krisis ekonomi, tetapi dalam praktiknya menimbulkan penderitaan bagi rakyat Indonesia.

 

Di tengah kesewenang-wenangan pelaksanaan sistem tersebut, muncul sejumlah tokoh dari Eropa yang menentang keras kebijakan tanam paksa karena dianggap tidak manusiawi. 


Salah satu tokoh penting yang vokal menyuarakan penentangan adalah Baron van Hoevel, seorang pendeta Belanda yang berperan dalam membuka mata masyarakat Eropa terhadap penderitaan rakyat Indonesia.

 

 

Profil dan Peran Baron van Hoevel

Baron van Hoevel adalah seorang pendeta Belanda yang hidup pada masa pertengahan abad ke-19. Ia dikenal sebagai salah satu tokoh humanis yang memiliki kepedulian terhadap nasib rakyat jajahan Hindia Belanda. 


Tidak seperti banyak pejabat kolonial lain yang memilih diam atau mendukung kebijakan pemerintah demi kepentingan ekonomi, Baron van Hoevel justru mengambil langkah berani dengan mengkritik sistem tanam paksa secara terbuka di hadapan parlemen Belanda.

 

Dalam pidato-pidatonya, van Hoevel menggambarkan dengan jelas bagaimana sistem tanam paksa menyebabkan rakyat Indonesia menderita kelaparan, kemiskinan, dan eksploitasi berat. Banyak rakyat yang terpaksa meninggalkan tanaman pangan demi menanam komoditas ekspor, 


sehingga kekurangan bahan makanan pun tak terhindarkan. Ia juga mengungkap praktik penyalahgunaan wewenang oleh pejabat-pejabat lokal dan kolonial yang memperparah penderitaan rakyat.

 

 

Pengaruh Perjuangan Baron van Hoevel

Perjuangan Baron van Hoevel tidak sia-sia. Kritiknya di parlemen Belanda turut didengar oleh kalangan terhadap kenyataan yang terjadi di Hindia Belanda. Suaranya menjadi bagian dari gelombang kritik yang akhirnya mengarah pada perubahan kebijakan kolonial.

 

Perjuangan van Hoevel kemudian diperkuat oleh tokoh lain seperti Eduard Douwes Dekker (yang lebih dikenal dengan nama pena Multatuli) melalui novel terkenalnya Max Havelaar (1860). 


Buku tersebut menceritakan ketidakadilan dan kekejaman sistem tanam paksa secara lebih luas dan emosional, sehingga menggugah simpati masyarakat Eropa. Selain itu, tokoh seperti Van Deventer juga turut mendorong lahirnya politik etis pada awal abad ke-20.

 

Meskipun suara van Hoevel tidak langsung menghapus sistem tanam paksa, kritiknya memiliki peran dalam membentuk opini publik Belanda dan memberi tekanan moral kepada pemerintah kolonial untuk melakukan reformasi kebijakan.

 

 

Perbandingan dengan Tokoh Pilihan Lain

Untuk memahami mengapa e. Baron van Hoevel adalah jawaban yang tepat, berikut peran tokoh lain dalam pilihan soal:

 

  • a. Douwes Dekker: Nama asli dari Multatuli, penulis Max Havelaar yang mengkritik tanam paksa melalui karya sastra, tetapi ia bukan seorang pendeta.
  • b. Multatuli: Nama pena dari Douwes Dekker.
  • c. Raffles: Gubernur Jenderal Inggris di Jawa (1811–1816) yang memerintah sebelum tanam paksa diterapkan, sehingga tidak terkait dengan perlawanan terhadap sistem tersebut.
  • d. Van Deventer: Tokoh Politik Etis yang muncul pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, setelah tanam paksa berakhir.
  • e. Baron van Hoevel: Pendeta Belanda yang secara langsung menentang pelaksanaan sistem tanam paksa melalui kritik terbuka di parlemen.

 

 

Sistem tanam paksa merupakan salah satu masa kelam dalam sejarah kolonialisme di Indonesia yang menimbulkan penderitaan bagi rakyat. Namun, di tengah ketidakadilan itu muncul tokoh-tokoh humanis dari Belanda yang menentangnya. 


Salah satu yang paling penting adalah Baron van Hoevel, seorang pendeta yang secara tegas mengkritik kebijakan tersebut di parlemen Belanda dan menyuarakan keprihatinan terhadap nasib rakyat Indonesia. 


Perjuangannya menjadi bagian dari rangkaian tekanan moral yang kelak mendorong perubahan kebijakan kolonial dan lahirnya politik etis.

 

 

FAQ: Baron van Hoevel dan penentangannya terhadap sistem tanam paksa:

1. Siapakah Baron van Hoevel?

Baron van Hoevel adalah seorang pendeta asal Belanda pada abad ke-19 yang dikenal sebagai salah satu tokoh Eropa pertama yang menentang pelaksanaan sistem tanam paksa di Hindia Belanda secara terbuka. Ia menyuarakan kritik terhadap ketidakadilan dan penderitaan rakyat Indonesia akibat kebijakan tersebut.

 

2. Apa alasan Baron van Hoevel menentang sistem tanam paksa?

Ia menentang sistem tanam paksa karena melihat bahwa kebijakan itu:

  • Mengeksploitasi rakyat pribumi secara tidak manusiawi.
  • Memaksa petani menanam tanaman ekspor sehingga menyebabkan kekurangan pangan.
  • Menyebabkan kelaparan, kemiskinan, dan penderitaan luas.
  • Menguntungkan Belanda secara ekonomi tetapi merugikan rakyat Indonesia.

 

3. Bagaimana cara Baron van Hoevel menyuarakan penentangannya?

Baron van Hoevel menyampaikan kritiknya secara terbuka di parlemen Belanda. Dalam pidato-pidatonya, ia menggambarkan penderitaan rakyat Indonesia secara detail dan menyerukan perubahan kebijakan kolonial yang lebih manusiawi.

 

4. Apakah Baron van Hoevel berjuang sendirian?

Tidak. Meskipun ia termasuk pelopor kritik, perjuangannya kemudian diperkuat oleh tokoh lain seperti:

  • Multatuli (Eduard Douwes Dekker) melalui novel Max Havelaar yang membuka mata masyarakat Eropa.
  • Van Deventer, tokoh Politik Etis yang mendorong kebijakan balas budi pada awal abad ke-20.

 

5. Apakah kritik Baron van Hoevel langsung menghapus sistem tanam paksa?

Tidak secara langsung. Namun, kritik-kritiknya memberi tekanan moral dan politik yang penting bagi perubahan kebijakan kolonial. Bersama suara-suara lain, pemikiran van Hoevel menjadi fondasi bagi lahirnya politik etis (Politik Balas Budi) pada awal abad ke-20.

 

6. Kapan sistem tanam paksa mulai diterapkan dan kapan berakhir?

Sistem tanam paksa mulai diterapkan pada tahun 1830 oleh Gubernur Jenderal Johannes van den Bosch.

Sistem ini mulai ditinggalkan secara bertahap pada tahun 1870, digantikan oleh kebijakan ekonomi liberal.

 

7. Mengapa jawaban yang benar adalah e. Baron van Hoevel?

Karena hanya Baron van Hoevel dalam pilihan yang merupakan pendeta dan secara terbuka menentang pelaksanaan sistem tanam paksa. 


Tokoh lain seperti Douwes Dekker dan Multatuli memang juga mengkritik, tetapi bukan seorang pendeta. Sementara Raffles tidak terkait langsung, dan Van Deventer hidup setelah masa tanam paksa berakhir.

LihatTutupKomentar