Sejarah kawasan timur Indonesia tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik dan perdagangan rempah-rempah yang berpusat di Maluku. Dua kesultanan besar, Tidore dan Ternate, sejak abad ke-16 memainkan peran penting dalam hubungan internasional, baik dengan pedagang Asia maupun bangsa Eropa.
Salah satu tokoh
yang menonjol dalam sejarah ini adalah Sultan Nuku Muhammad Amiruddin Syah,
Sultan Tidore yang memimpin perlawanan terhadap kolonial Belanda pada akhir
abad ke-18.
Yang menarik
dari kepemimpinan Sultan Nuku adalah kemampuannya menjalin relasi persatuan
antara Maluku dan Papua, sebuah langkah strategis untuk menghadapi dominasi
Belanda. Persatuan tersebut tidak hanya berawal pada ikatan politik, tetapi
juga pada hubungan kultural dan tradisional yang telah terjalin jauh
sebelumnya.
Kondisi Sebelum Sultan Nuku Memimpin
Dominasi VOC dan Politik Adu Domba
Belanda
melalui VOC mengikat perjanjian monopoli dengan kerajaan-kerajaan Maluku.
Tidore dan Ternate, yang seharusnya bersaudara, justru sering dipertentangkan,
sehingga bisa melemahkan kekuatan lokal.
Posisi Papua dalam Struktur Politik Tidore
Papua,
khususnya wilayah Raja Ampat (Waigeo, Salawati, Batanta, Misool), sejak lama
memiliki hubungan patronase dengan Sultan Tidore. Namun pada masa sebelum Nuku,
hubungan ini lebih bersifat simbolik, tanpa peran dalam perlawanan terhadap
kolonial.
Kelemahan Tidore
Sebelum
Sultan Nuku naik tahta, Tidore berada dalam tekanan Belanda. Kesultanan
kehilangan sebagian kedaulatannya, termasuk dalam urusan perdagangan rempah,
dan tidak mampu mengimbangi kekuatan Ternate yang lebih dekat dengan Belanda.
Peran Sultan Nuku dalam Membentuk Persatuan
Menghidupkan Solidaritas Maluku-Papua
Sultan Nuku
menyadari bahwa Tidore tidak bisa melawan Belanda sendirian. Beliau
memanfaatkan ikatan sejarah dengan Papua untuk memperoleh dukungan militer,
logistik, dan perlindungan wilayah. Papua menjadi basis aman ketika Belanda
menekan Tidore.
Konfederasi Multietnis
Nuku
berhasil merangkul tidak hanya rakyat Tidore, tetapi juga sebagian Ternate,
Halmahera, Seram, bahkan Papua. Hal itu yang membuat perjuangannya berbeda, ia
membangun koalisi luas lintas etnis dengan semangat anti-kolonial.
Diplomasi Internasional
Nuku juga
cerdas dalam diplomasi. Beliau menjalin hubungan dengan Inggris yang menjadi
rival Belanda. Dukungan Inggris memperkuat legitimasi dan menambah armada laut
yang mendukung perlawanan.
Kondisi Setelah Sultan Nuku Memimpin
Papua sebagai Mitra Strategis
Armada dan
prajurit Papua ikut serta dalam berbagai pertempuran laut melawan Belanda.
Tidore Kembali Berdaulat
Dengan
dukungan Maluku–Papua, Sultan Nuku berhasil merebut kembali Tidore dari
penguasaan Belanda. Untuk beberapa waktu, Tidore kembali berdiri sebagai
kerajaan merdeka.
Simbol Persatuan Regional
Persatuan
yang dibangun Nuku meninggalkan warisan sejarah, masyarakat Maluku dan Papua
memiliki ikatan emosional sebagai saudara seperjuangan melawan kolonialisme.
Perbandingan sebelum dan sesudah kepemimpinan Sultan Nuku
Jika
dibandingkan sebelum dan sesudah kepemimpinan Sultan Nuku, terlihat jelas
perbedaan dalam relasi Maluku–Papua:
- Sebelum Nuku: Relasi lebih bersifat tradisional dan simbolis, tanpa kontribusi terhadap perlawanan kolonial.
- Sesudah Nuku: Relasi menjadi strategis, konkret, dan militeristik, Papua berjuang sebagai basis kekuatan sekaligus simbol solidaritas.
Dalam
konteks sejarah nasional, Sultan Nuku memperlihatkan bahwa persatuan lintas
wilayah dan etnis adalah kunci untuk menghadapi dominasi asing.
Relasi persatuan Maluku dan Papua pada masa Sultan Nuku merupakan contoh dari politik persaudaraan dan solidaritas anti-kolonial. Papua yang sebelumnya hanya terikat secara simbolik dengan Tidore, berubah menjadi mitra strategis yang menyediakan pasukan, logistik, dan wilayah perlindungan.
Dengan kepemimpinan karismatik
Sultan Nuku, Maluku dan Papua bersatu dalam konfederasi perlawanan yang mampu
menandingi kekuatan Belanda.
FAQ: Relasi Persatuan Maluku dan Papua pada Masa Sultan Nuku
1. Siapakah Sultan Nuku?
Sultan Nuku
Muhammad Amiruddin Syah adalah Sultan Tidore (1738–1805) yang memimpin
perlawanan terhadap kolonial Belanda pada akhir abad ke-18. Beliau dikenal
sebagai tokoh karismatik dan pemersatu rakyat Maluku dan Papua.
2. Bagaimana kondisi Maluku dan Papua sebelum Sultan Nuku memimpin?
Sebelum
Sultan Nuku, Maluku terpecah akibat politik adu domba Belanda. Tidore berada
dalam tekanan VOC, sementara Papua hanya berhubungan dengan Tidore secara
simbolis melalui patronase tradisional.
3. Apa peran Papua dalam perjuangan Sultan Nuku?
Wilayah Raja
Ampat menyediakan pasukan, logistik, dan menjadi basis perlindungan bagi Sultan
Nuku dalam melawan Belanda.
4. Bagaimana bentuk persatuan Maluku dan Papua di bawah Sultan Nuku?
Persatuan
berbentuk konfederasi lintas etnis dan wilayah. Tidore, sebagian Ternate,
Halmahera, Seram, dan Papua bersatu dalam aliansi militer dan politik untuk
menentang dominasi Belanda.
5. Apa strategi Sultan Nuku dalam memperkuat persatuan tersebut?
- Menghidupkan kembali ikatan tradisional Tidore-Papua.
- Merangkul berbagai kelompok etnis di Maluku.
- Menjalin hubungan diplomatik dengan Inggris sebagai penyeimbang Belanda.
6. Apa hasil dari persatuan Maluku-Papua pada masa Sultan Nuku?
- Tidore berhasil direbut kembali dari Belanda.
- Perlawanan Belanda semakin sulit dikendalikan.
- Terbentuk warisan solidaritas Maluku-Papua sebagai simbol persaudaraan dan anti-kolonialisme.
7. Apa perbedaan relasi Maluku-Papua sebelum dan sesudah Sultan Nuku?
- Sebelum Nuku: Relasi lebih simbolis, Papua hanya sebagai bawahan Tidore.
- Sesudah Nuku: Relasi menjadi lebih strategis, Papua terlibat aktif dalam perlawanan.

