Apakah anda sudah terbiasa melakukan adaptasi dari kurikulum nasional

 

apakah anda sudah terbiasa melakukan adaptasi dari kurikulum nasional

Pergantian kurikulum dalam sistem pendidikan Indonesia bukanlah hal baru. Sejak kemerdekaan, kurikulum telah mengalami berbagai perubahan, mulai dari Kurikulum 1947 hingga yang terbaru, Kurikulum Merdeka. Perubahan ini tak lain didorong oleh kebutuhan untuk menyesuaikan pendidikan dengan perkembangan zaman, tuntutan global, dan karakter setiap peserta didik.

 

Sejarah Panjang Perubahan dan Adaptasi Kurikulum

Sejak Indonesia merdeka, kurikulum pendidikan kita telah mengalami perubahan. Awalnya, pasca-kemerdekaan, pendidikan berfokus pada pembangunan karakter kebangsaan. Seiring berjalannya waktu, muncullah kebutuhan untuk menyesuaikan materi pelajaran dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

 

Pada dekade 1970-an, Kurikulum 1975 diperkenalkan dengan orientasi pada tujuan pendidikan yang lebih terstruktur dan berbasis kompetensi. Kemudian, di era 1980-an, diterapkan Kurikulum 1984 yang mengadopsi pendekatan cara belajar siswa aktif (CBSA). Perubahan ini menunjukkan adanya kesadaran bahwa siswa bukan hanya mendengarkan, tetapi juga harus terlibat aktif dalam proses pembelajaran.

 

Memasuki era reformasi, sistem pendidikan kembali berbenah. Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) tahun 2004 diterapkan dengan penekanan pada pencapaian kompetensi siswa secara individual. Setelah itu, Kurikulum 2013 (K-13) diperkenalkan dengan pendekatan saintifik dan penilaian otentik, yang menitikberatkan pada proses dan hasil belajar.

 

Kini, kita berada di era Kurikulum Merdeka, sebuah inisiatif  sebagai jawaban atas tantangan pendidikan. Kurikulum merdeka memberikan otonomi kepada sekolah dan guru untuk merancang pembelajaran yang sesuai dengan muatan lokal.

 

 

Kurikulum Merdeka: Sebuah Eksperimen Adaptasi Terbaru

Era terbaru dalam saga kurikulum nasional adalah Kurikulum Merdeka, yang mulai diwajibkan secara nasional sejak Maret 2024. Kurikulum Merdeka dirancang dengan konten yang lebih optimal, memberikan waktu lebih banyak bagi siswa untuk mendalami konsep. Guru diberikan keleluasaan untuk mengembangkan Capaian Pembelajaran (CP) sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik siswa. Tujuannya adalah menciptakan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan relevan dengan muatan lokal.

 

Dalam pelaksanaannya, Kurikulum Merdeka memperkenalkan beberapa aspek utama:

 

  • Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5): Sebuah metode pembelajaran berbasis proyek yang bertujuan untuk membentuk karakter siswa sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Proyek ini mendorong siswa untuk berkolaborasi, berpikir kritis, dan memecahkan masalah.
  • Pembelajaran Berdiferensiasi: Guru diberikan keleluasaan untuk menyesuaikan materi, metode, dan penilaian sesuai dengan tingkat pemahaman dan minat siswa yang berbeda-beda.
  • Struktur Kurikulum yang Sederhana: Jam pelajaran yang lebih fleksibel, memungkinkan sekolah untuk mengembangkan program ekstrakurikuler atau kegiatan lain yang sesuai.

 

 

Sudut Pandang Kritis: Di Balik Narasi Adaptasi

Ada beberapa tantangan dan kritik yang perlu diperhatikan:

Implementasi yang Tidak Merata

Data dari berbagai sumber, termasuk studi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Kebijakan Pendidikan (Puslitjakdik), menunjukkan bahwa implementasi kurikulum tidak merata. Sekolah di daerah perkotaan dengan fasilitas memadai lebih siap, sementara sekolah di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Tertinggal) menghadapi kendala sumber daya, pelatihan guru, dan akses teknologi.

 

Beban Administrasi Guru

Meskipun Kurikulum Merdeka mengklaim mengurangi beban, banyak guru masih merasa terbebani dengan persiapan materi, penilaian, dan laporan. Guru juga perlu beradaptasi dengan metode baru, yang membutuhkan pelatihan dan pendampingan berkelanjutan.

 

Sistem Perubahan

Kurikulum lama dianggap terlalu kaku, sementara kurikulum baru dianggap sebagai solusi. Namun, siklus ini terus berulang, memicu pertanyaan kritis, Apakah perubahan kurikulum didasarkan pada riset ?

 

 

Adaptasi kurikulum nasional, yang telah menjadi tradisi, sejatinya menunjukkan bahwa sistem pendidikan kita terus berusaha sesuai. Namun, pertanyaannya bukanlah apakah kita perlu beradaptasi, melainkan bagaimana kita beradaptasi secara efektif.

 

Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi terus berupaya memberikan dukungan, seperti penyediaan platform digital, pelatihan guru, dan pendampingan. Namun, keberhasilan tidak hanya bergantung pada kebijakan. 


Keberhasilan adaptasi kurikulum ada pada kemauan dan komitmen guru, kepala sekolah, orang tua, dan seluruh komunitas pendidikan untuk memahami dan menerapkan, bukan mengikuti instruksi.

LihatTutupKomentar