Dalam kehidupan sehari-hari, manusia bergerak karena dorongan. Ada dorongan yang datang dari luar seperti hadiah, penghargaan, atau pengakuan sosial, dan ada pula dorongan yang muncul dari dalam diri, yang disebut motivasi internal.
Para ahli psikologi pendidikan, seperti Edward L. Deci dan Richard M. Ryan melalui Self-Determination Theory (SDT), menyebut motivasi internal sebagai energi psikologis yang muncul dari rasa ingin tahu, kepuasan pribadi, serta kebutuhan untuk berkembang.
Aktivitas yang dilandasi motivasi internal tidak bergantung
pada faktor eksternal, melainkan pada keinginan untuk mencapai pemenuhan diri.
Pengalaman seseorang ketika menjalani aktivitas yang tidak dijanjikan imbalan material, namun tetap dilakukan dengan penuh antusias. Misalnya, seorang pelajar yang dengan tekun mempelajari astronomi, bukan karena tuntutan akademik, melainkan karena kekaguman terhadap luasnya alam semesta.
Atau seorang penulis yang
menghabiskan waktu berjam-jam menulis di buku catatan pribadi, bukan untuk
mendapatkan royalti, melainkan karena menulis menjadi cara meredakan keresahan
batin.
Belajar Bukan karena Ujian, tetapi karena Rasa Ingin Tahu
Bayangkan
seorang mahasiswa yang menghabiskan malamnya membaca buku filsafat yang bahkan
tidak diwajibkan dalam kurikulum. Tidak ada dosen yang akan memberikan nilai
tambahan, tidak ada hadiah yang menunggu di ujung bacaan. Yang ada hanyalah
rasa ingin tahu, keinginan memahami bagaimana pemikiran Aristoteles, Immanuel
Kant, atau Albert Camus sesuai realitas.
Penelitian
yang dipublikasikan dalam Journal of Educational Psychology menunjukkan bahwa
mahasiswa yang belajar karena motivasi internal cenderung memiliki retensi
pengetahuan lebih baik dibanding yang hanya mengejar nilai. Itulah perbedaan
motivasi internal menumbuhkan kebiasaan belajar seumur hidup (lifelong
learning), sementara motivasi eksternal berhenti begitu tujuan jangka pendek
tercapai.
Berolahraga demi Kesehatan, bukan Demi Pujian
Aktivitas
fisik dimulai karena faktor eksternal yaitu ingin terlihat menarik, menurunkan
berat badan, atau memenuhi standar sosial. Namun, ada pula orang yang berlari
pagi setiap hari meskipun tidak ada yang memperhatikan. Pelari sejati tidak
memposting hasil larinya di media sosial, tidak pula menunggu komentar pujian
dari teman-teman.
Motivasi
yang menggerakkan adalah kesadaran akan manfaat kesehatan. Individu yang
berolahraga karena motivasi internal yaitu karena ingin sehat, bugar, dan
merasa segar—cenderung konsisten dalam jangka panjang. Hal ini berbeda dengan
yang hanya didorong target eksternal, seperti ingin tampil menarik saat
pertemuan reuni, yang berhenti setelah tujuan sementara tercapai.
Menulis sebagai Ekspresi Diri
Di era
digital, menulis dipandang sebagai sarana mencari pengakuan, entah dalam bentuk
jumlah pembaca, like, atau komentar. Namun, sebelum media sosial populer,
banyak orang menulis untuk menuangkan pikiran dan meredakan emosi.
Seorang
guru, menulis catatan harian tentang proses mendidik murid-muridnya. Tidak ada
niat untuk menerbitkan atau mendapatkan pengakuan, melainkan untuk memahami
diri sendiri dan proses profesi. Penelitian dari American Psychological
Association menunjukkan bahwa menulis ekspresif dapat menurunkan tingkat stres
dan meningkatkan kesehatan mental.
Mengajar dengan Hati, Bukan karena Tugas
Dalam dunia
pendidikan, motivasi internal seorang guru menjadi pembeda antara menjalankan
profesi dan sungguh-sungguh mengabdikan diri. Ada guru yang mengajar karena
kewajiban, tetapi ada pula guru yang dengan penuh semangat meluangkan waktu
untuk mendampingi siswanya memahami pelajaran, bahkan di luar jam sekolah.
Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi dalam laporan mengenai Merdeka
Belajar menegaskan bahwa kualitas pendidikan Indonesia salah satunya bergantung
pada motivasi diri para pendidik. Guru yang mengajar karena panggilan hati akan
lebih kreatif, sabar, dan inovatif dalam mengembangkan metode pembelajaran,
dibandingkan dengan guru yang hanya berorientasi pada target nilai siswa.
Mengabdi di Lingkungan Sosial Tanpa Imbalan
Kegiatan
sukarela, seperti mengajar anak-anak di daerah terpencil atau membantu korban
bencana alam, merupakan wujud paling jelas dari motivasi internal. Seorang
relawan yang rela menempuh perjalanan jauh ke pelosok desa tanpa bayaran karena
panggilan nurani.
Menariknya,
mayoritas relawan mengaku termotivasi oleh nilai-nilai pribadi seperti empati,
solidaritas, dan keinginan untuk memberi kontribusi pada masyarakat.
Rasa puas,
kebahagiaan batin, serta identitas diri yang kuat membuat seseorang tetap
berkomitmen meskipun tidak ada hadiah. Membangun motivasi internal menjadi
semakin penting. Baik dalam belajar, bekerja, maupun berkarya.