Evaluasi diri dan atribusi kausal merupakan komponen dari sub proses ...
A. Reaksi
Diri
B. Penilaian
Diri
C. Refleksi
Diri
D. Motivasi
Diri
Jawaban: B. Penilaian Diri
proses yang
dilalui seorang seseorang untuk memahami keberhasilan maupun kegagalan bukan
sesuatu yang sederhana. Ada tahapan dalam setiap tindakan belajar, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan, hingga peninjauan kembali atas hasil yang diperoleh.
Dinamika Psikologis dalam Belajar
Setiap
seseorang, baik pelajar, mahasiswa, maupun pekerja profesional, memiliki
kecenderungan untuk menilai diri setelah melakukan suatu aktivitas. Menurut
Albert Bandura dalam teori self-regulation, manusia pada dasarnya adalah
makhluk reflektif yang selalu meninjau tindakan dan hasil. Proses ini menjadi
inti dari self-regulated learning (SRL) yang telah banyak diteliti oleh
psikolog pendidikan seperti Barry J. Zimmerman.
Zimmerman
menyebutkan bahwa dalam SRL terdapat tiga fase Utama yaitu forethought
(perencanaan), performance (pelaksanaan), dan self-reflection (refleksi diri).
Pada fase terakhir evaluasi diri dan atribusi kausal berperan penting. Namun,
yang terjadi adalah sebuah penilaian diri yaitu cara seseorang membandingkan
hasil yang dicapai dengan standar yang dimiliki, lalu menghubungkan dengan
penyebab tertentu.
Evaluasi Diri Wujud Keberhasilan dan Kegagalan
Evaluasi
diri merupakan tindakan seseorang dalam mengukur seberapa jauh keberhasilan
atau kegagalan yang diperoleh dibandingkan dengan target, tujuan, atau standar
yang ditetapkan. Misalnya, seorang siswa yang mendapatkan nilai ujian 70 akan
segera menimbang apakah nilai tersebut sesuai dengan harapan. Bila menargetkan
85, maka akan muncul kesadaran bahwa ada kesalahan yang perlu diperbaiki.
Dalam
literatur psikologi pendidikan, evaluasi diri dikaitkan dengan self-assessment.
Menurut Boud dan Falchikov, self-assessment adalah salah satu strategi efektif
dalam meningkatkan kualitas pembelajaran karena siswa dilatih untuk memaham7
pengetahuan diri. Dengan kata lain, evaluasi diri bukan hanya soal “apa yang
sudah dicapai”, tetapi juga tentang “apa yang harus diperbaiki”.
Atribusi Kausal Mencari Sebab di Balik Hasil
Setelah
mengevaluasi capaian, langkah berikutnya adalah mengaitkan hasil dengan
penyebab tertentu. Teori atribusi yang dikemukakan oleh Bernard Weiner
menjelaskan bahwa seseorang cenderung mengaitkan keberhasilan atau kegagalan
dengan faktor-faktor seperti kemampuan, usaha, kesulitan tugas, maupun
keberuntungan.
Contohnya,
seorang siswa yang gagal dalam ujian akan berkata, “Saya tidak belajar cukup
keras” (atribusi pada usaha) atau “Soalnya terlalu sulit” (atribusi pada
tingkat kesulitan). Bila seseorang selalu menyalahkan faktor eksternal, maka
motivasi untuk memperbaiki diri cenderung melemah. Sebaliknya, atribusi yang
sehat mendorong seseorang untuk melihat aspek yang masih bisa dikendalikan,
seperti meningkatkan strategi belajar atau melatih konsistensi.
Mengapa Bagian dari Penilaian Diri ?
Jika
dicermati, baik evaluasi diri maupun atribusi kausal merupakan aktivitas yang
berasal dari satu hal yaitu penilaian diri. Tanpa adanya proses penilaian,
seseorang tidak memiliki acuan untuk mengetahui apakah telah berhasil atau
gagal. Evaluasi diri adalah “pengukuran”, sedangkan atribusi kausal adalah
“penjelasan” atas hasil pengukuran.
Menurut
Zimmerman, sub-proses termasuk dalam fase refleksi diri, namun dengan fungsi
yang lebih spesifik yaitu menilai dan menginterpretasi. Oleh karena itu, dapat
disimpulkan bahwa evaluasi diri dan atribusi kausal adalah dua komponen dari
sub-proses penilaian diri.
Implikasi dalam Pendidikan
Guru dan
pendidik perlu menyadari bahwa pembelajaran tidak hanya berhenti pada pemberian
materi dan evaluasi melalui ujian. Siswa perlu diajak untuk mengembangkan
keterampilan menilai diri.
Penelitian
yang dilakukan oleh Andrade & Valtcheva menunjukkan bahwa siswa yang
terbiasa melakukan evaluasi diri cenderung memiliki prestasi akademik lebih
baik. Hal itu terjadi karena mampu mengidentifikasi kelemahan lebih awal dan
menyesuaikan strategi belajar.
Selain itu,
pemahaman atribusi kausal dapat membantu guru dalam memberikan penilaian.
Misalnya, ketika seorang siswa gagal, guru dapat menekankan bahwa penyebabnya
bukan karena “tidak pintar”, melainkan karena strategi belajar yang perlu
diperbaiki. Pendekatan ini membangun growth mindset sebagaimana dijelaskan oleh
Carol Dweck, yakni keyakinan bahwa kemampuan dapat dikembangkan melalui usaha.
Melalui
evaluasi diri, seseorang mengetahui sejauh mana keberhasilan. Melalui atribusi
kausal, mengaitkan hasil dengan penyebab tertentu yang akan membentuk sikap.
Ketika
pendidikan berhasil mengintegrasikan praktik penilaian diri, peserta didik
tidak hanya akan menjadi penerima ilmu, tetapi juga pengelola atas proses
belajar.