Laut biru menenangkan kalimat tersebut mengandung majas

 

Laut biru menenangkan kalimat tersebut mengandung majas

Di sebuah senja yang menggantung di ufuk barat, warna langit berbaur dengan birunya laut yang tenang. Angin berhembus pelan, dan debur ombak sesekali menyapa batu karang tanpa amarah. Seorang penulis duduk di tepi dermaga, menatap lautan lepas, dan kemudian mencoretkan kalimat sederhana namun puitis, “Laut biru menenangkan.” Bagi sebagian pembaca, kalimat tersebut tampak sebagai deskripsi biasa.

 

Termasuk Majas Personifikasi 

Dalam ilmu stilistika atau gaya bahasa, personifikasi adalah bentuk majas yang memberikan sifat-sifat manusia pada benda mati, alam, atau makhluk non-insani. Dalam frasa “laut biru menenangkan”, laut yang sejatinya adalah entitas alam yang tak memiliki perasaan atau kemampuan bertindak secara psikologis diberikan karakter seperti manusia yaitu menenangkan. Kata kerja itu mengandung makna emosional, sesuatu yang hanya bisa dilakukan oleh makhluk dengan kesadaran dan empati.

 

Menurut Gorys Keraf dalam Diksi dan Gaya Bahasa, personifikasi adalah bentuk penyimpangan semantis yang dilakukan dengan maksud untuk menciptakan efek keindahan atau kedalaman makna dalam suatu ungkapan.

 

Menenangkan Kata Kerja dengan Dimensi Psikologis

Kata menenangkan bukan hanya menyiratkan suasana tenang, tetapi juga tindakan yang aktif, seolah laut secara sadar menciptakan ketenangan itu untuk subjek manusia. Hal itu menjadikan “laut” dalam kalimat tersebut bukan semata objek pasif. Dalam analisis sintaksis, laut berubah fungsi menjadi pelaku tindakan, bukan hanya latar.

 

Penggunaan kata kerja seperti “menenangkan” dalam konteks ini menyalahi logika literal, tetapi justru memperkaya makna puitis. Dari perspektif kebahasaan pragmatis, pembaca memahami bahwa laut tidak benar-benar memiliki kehendak atau niat, tetapi tetap menerima makna kalimat karena efek yang dibuat lebih kuat daripada realita.

 

Laut sebagai Simbol Psikologis dan Budaya

Perlu dicatat bahwa efek majas personifikasi juga bergantung pada konteks budaya dan psikologis pembaca. Dalam kebudayaan Indonesia, laut seringkali dianggap sebagai elemen spiritual. Cerita rakyat, mitos, dan puisi klasik kerap menghadirkan laut sebagai entitas yang hidup. Bahkan dalam naskah-naskah kuno seperti Serat Centhini atau syair Hamzah Fansuri, laut digunakan sebagai metafora untuk perjalanan batin dan ketenangan spiritual.

 

Aspek psikologis juga tidak kalah penting. Dalam psikologi warna (color psychology), biru adalah warna yang diyakini mampu menurunkan detak jantung, memperlambat pernapasan, dan menenangkan sistem saraf. Maka ketika seseorang membaca “laut biru menenangkan,” reaksi emosional tersebut diperkuat oleh asosiasi warna dan pengalaman pribadi dengan pemandangan laut.

 

Majas Personifikasi: Ketika Laut Memiliki Jiwa

Majas personifikasi adalah jenis gaya bahasa yang menghidupkan benda mati, membuatnya berperilaku atau bersifat seperti manusia. Dalam kalimat “laut biru menenangkan,” terdapat penyematan tindakan aktif pada laut, laut tidak lagi hanya objek pasif, melainkang mampu memberi efek emosional pada subjek manusia.

 

Pernyataan tersebut memiliki dua unsur makna:

  • Makna literal: Laut yang berwarna biru memberi rasa ketenangan karena keterkaitannya dengan alam, warna, dan keheningan ombak.
  • Makna figuratif: Laut memiliki peran aktif, seperti sosok yang menenangkan.

 

Menurut pengamatan pakar kebahasaan seperti Keraf dalam Diksi dan Gaya Bahasa, majas personifikasi digunakan untuk menggugah imajinasi pembaca dengan menghadirkan kesan hidup dan kedekatan emosional terhadap objek. Laut, dalam hal ini, tidak hanya menjadi pemandangan, tetapi karakter yang “hidup”, yang mampu berinteraksi secara emosional.

 

Analisis Struktural dan Semiotika Kalimat

Secara struktural, kalimat “laut biru menenangkan” terdiri atas subjek (laut biru) dan predikat (menenangkan). Pilihan kata “biru” sebagai atribut pada “laut” , warna biru secara universal diasosiasikan dengan ketenangan, kedamaian, bahkan spiritualitas. Dalam semiotika Roland Barthes, tanda (sign) memiliki dua sisi: penanda (signifier) dan petanda (signified).

 

  • Penanda dalam kalimat ini adalah “laut biru”
  • Petanda adalah ketenangan, kedamaian, dan perlindungan emosional.

 

Dengan demikian, “laut biru menenangkan” adalah teks semiotik yang membangun makna ganda dari perpaduab bahasa dan budaya.

 

Kontras dengan Kalimat Non-Majasi

Sebagai pembanding, jika kalimat tersebut ditulis secara literal, seperti “warna biru laut membuat seseorang merasa tenang,” maka dampaknya akan berbeda secara estetis. Kalimat literal menjelaskan sebab-akibat secara langsung, tanpa daya magis imajinasi. Sementara “laut biru menenangkan” menyiratkan keindahan, rasa, dan sugesti emosional tanpa menjelaskan secara logis.

 

 

Melalui kalimat sederhana “laut biru menenangkan,” kita tidak hanya membaca sebuah deskripsi pemandangan, tetapi menyaksikan bagaimana bahasa bekerja secara puitis untuk menyampaikan emosi, makna simbolik, dan hubungan manusia dengan alam. Kalimat tersebut adalah contoh majas personifikasi dalam struktur kalimat untuk menghasilkan efek estetik dan sugestif yang kuat.

LihatTutupKomentar