Kurikulum dapat dimaknai sebagai segala sesuatu yang dipelajari murid ...

 

Kurikulum dapat dimaknai sebagai segala sesuatu yang dipelajari murid ...

Kurikulum dapat dimaknai sebagai segala sesuatu yang dipelajari murid ...

 

A. Benar

B. Salah

 

Jawaban B. Salah

 

Dalam praktik pendidikan, tidak jarang kita mendengar pernyataan yang menyederhanakan konsep kurikulum menjadi "segala sesuatu yang dipelajari murid." Ungkapan tersebut ada di ruang kelas, pelatihan guru, hingga dokumen sekolah. 


Namun, benarkah demikian ? Apakah semua hal yang dipelajari murid otomatis menjadi bagian dari kurikulum ? Ataukah sedang terjebak dalam pemahaman yang keliru, yang dapat berdampak terhadap arah pendidikan ?

 

Pernyataan bahwa kurikulum adalah segala sesuatu yang dipelajari murid sesungguhnya adalah keliru, jawaban yang tepat untuk pernyataan diatas adalah B. Salah. Untuk memahami mengapa demikian, kita harus mengetahui lebih lanjut definisi kurikulum secara konseptual, yuridis, dan operasional, dengan berpijak pada teori-teori pendidikan dan regulasi yang sah.

 

 

Kurikulum Sebuah Struktur Bukan Sekadar Isi

Dalam dokumen resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbudristek), kurikulum secara legal diartikan sebagai:

 

  • “seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.”

(Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah)

 

Dari definisi tersebut, menjadi jelas bahwa kurikulum bukan hanya kumpulan materi yang dipelajari murid, melainkan mencakup rencana sistematis, tujuan yang terukur, materi terstruktur, metode pedagogis, dan evaluasi. Kurikulum merupakan desain yang dirancang secara sadar dan resmi oleh pihak otoritatif seperti pemerintah atau lembaga pendidikan.

 

Dengan demikian, hal-hal yang dipelajari murid secara informal, misalnya pengalaman sosial, nilai-nilai yang dianut, atau pengetahuan yang diperoleh di luar struktur pengajaran resmi tidak serta merta masuk dalam kategori kurikulum.

 

 

Kurikulum dan Hidden Curriculum Dua Ranah yang Berbeda

Banyak orang kebingungan antara kurikulum formal dengan apa yang oleh para ahli disebut sebagai hidden curriculum. Konsep hidden curriculum mengacu pada nilai-nilai, sikap, dan kebiasaan yang diperoleh murid melalui interaksi sosial, struktur institusional, atau budaya sekolah yang tidak tertulis dalam dokumen kurikulum.

 

Menurut Philip W. Jackson dalam bukunya "Life in Classrooms" (1968), hidden curriculum mencakup aspek-aspek seperti kepatuhan terhadap otoritas, kesabaran dalam menunggu giliran, atau internalisasi norma sosial, yang semuanya tidak dirancang dalam rencana pembelajaran, namun tetap membentuk pengalaman belajar murid.

 

Meskipun hal-hal tersebut mempengaruhi pembelajaran, sehingga murid bukan bagian dari kurikulum dalam pengertian formal. Itulah letak kesalahpahaman yang terjadi, bahwa segala sesuatu yang dipelajari murid adalah kurikulum. Padahal, hanya pengalaman belajar yang direncanakan dan disusun secara sistematis yang dapat disebut sebagai bagian dari kurikulum.

 

 

Perspektif Internasional Standar Kurikulum

Organisasi Pendidikan, Keilmuan, dan Kebudayaan PBB (UNESCO) dalam berbagai publikasinya juga membedakan secara tegas antara kurikulum yang dirancang secara formal dengan pengalaman belajar secara luas. Dalam "IBE Glossary of Curriculum Terminology", kurikulum dirujuk sebagai:

 

  • “A structured set of intended learning outcomes and associated content, pedagogy, and assessment methods designed to guide teaching and learning.”

 

Pernyataan ini menegaskan bahwa hanya outcome (hasil belajar) yang diniatkan, dirancang, dan disusun secara sistemik yang menjadi bagian dari kurikulum.

 

 

Implikasi dari Pemahaman yang Keliru tentang Kurikulum

Memandang kurikulum sebagai "segala sesuatu yang dipelajari murid" bukan hanya kesalahan istilah, melainkan kekeliruan yang berdampak terhadap kebijakan pendidikan, pelaksanaan pembelajaran, dan evaluasi capaian belajar.

 

  • Kebijakan Pendidikan yang Tidak Terarah: Jika semua yang dipelajari dianggap kurikulum, maka penetapan indikator pencapaian menjadi kabur. Apa yang hendak dicapai dalam satuan pembelajaran menjadi tidak terukur.
  • Peran Guru yang Terkaburkan: Guru sebagai perancang pembelajaran bisa kehilangan tujuan dalam memilih strategi, media, dan asesmen yang sesuai jika kurikulum dianggap tanpa batas.
  • Evaluasi Belajar yang Tidak Objektif: Penilaian terhadap pencapaian murid harus berdasarkan indikator dalam kurikulum. Jika kurikulum dianggap “apa pun yang dipelajari,” maka evaluasi menjadi tidak valid.

 

 

Kurikulum Sebuah Instrumen Pendidikan

Pemahaman yang tepat tentang kurikulum penting bukan hanya bagi guru dan murid, melainkan juga bagi orang tua, pembuat kebijakan, hingga masyarakat luas. Kurikulum adalah  yang merepresentasikan nilai, prioritas, dan masa depan bangsa. Sehingga tidak boleh disederhanakan menjadi "apa pun yang dipelajari murid."

 

Pendidikan menuntut adanya arah, struktur, dan kesadaran bersama dalam merancang apa yang harus dipelajari, mengapa harus dipelajari, dan bagaimana hal itu dilakukan. Maka, ketika  mendengar atau membaca pernyataan “kurikulum adalah segala sesuatu yang dipelajari murid”, sebaiknya meninjau kembali dasar teoritis dan yuridisnya.

 

Maka, memahami dan memperlakukan kurikulum dengan cara yang benar bukan hanya soal teknis, tapi sebuah tanggung jawab moral dan intelektual.

 

Jawaban atas pernyataan tersebut adalah: B. Salah.

LihatTutupKomentar