Dalam setiap
perjalanan ada catatan, pengamatan, serta analisis untuk dirangkum secara
sistematis dalam bentuk sebuah dokumen yang disebut laporan perjalanan. Namun,
apa yang sebenarnya dilaporkan dalam laporan perjalanan ?
Mengapa
hal-hal tertentu menjadi penting untuk dicatat, sementara yang lain tidak perlu
? Dan bagaimana seharusnya laporan perjalanan disusun agar bernilai informatif
dan komunikatif, bukan hanya catatan perjalanan yang terlupakan?
Menjawab
pertanyaan tersebut membutuhkan pemahaman pada teori kebahasaan dan struktur
teks, tetapi juga pada kebutuhan institusional. Artikel ini akan menjelaskan
hal-hal utama dalam laporan perjalanan, disertai konteks penggunaan dalam
berbagai sector yaitu pendidikan, pemerintahan, korporasi, hingga jurnalistik.
I. Laporan Perjalanan Sebuah Dokumentasi Mobilitas
Laporan
perjalanan, secara definitif, merupakan teks yang disusun untuk
mendokumentasikan pengalaman, observasi, dan aktivitas selama seseorang atau
sekelompok orang melakukan perjalanan, baik atas nama pribadi, institusi,
maupun negara. Dalam konteks akademik, laporan perjalanan dikenal sebagai
travel report, sementara di lingkup kerja birokrasi Indonesia, istilah
"laporan perjalanan dinas" lazim digunakan.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), laporan adalah penyampaian berita,
informasi, atau pertanggungjawaban secara tertulis atau lisan atas tugas yang
telah dilaksanakan. Maka dari itu, laporan perjalanan harus menarasikan
kejadian faktual yang disaksikan atau dilakukan selama perjalanan.
II. Struktur Umum dan Hal-Hal Pokok yang Dilaporkan
Sebuah
laporan perjalanan yang baik tidak hanya menyebutkan tempat yang dikunjungi
atau kegiatan yang dilakukan, tetapi juga harus mampu memberikan pemahaman atas
perjalanan. Oleh karena itu, berikut adalah hal-hal utama yang umum terdapat
dalam laporan perjalanan:
a. Identitas Perjalanan
Identitas
Perjalanan merupakan bagian awal yang menyebutkan siapa pelaku perjalanan,
kapan dan ke mana perjalanan dilakukan, serta dalam rangka apa. Hal ini penting
untuk memberikan latar belakang laporan. Dalam lingkungan pemerintahan atau
perusahaan, bagian identitas perjalanan juga mencantumkan nomor surat tugas
atau surat perintah perjalanan dinas (SPPD).
Contoh
format:
- Nama pelapor: Dandhy Laksono
- Instansi: Dinas Pendidikan Kabupaten Lumajang
- Tujuan perjalanan: Workshop Kurikulum Merdeka
- Lokasi: Mataram, NTB
- Tanggal perjalanan: 23–26 Juni 2025
- Nomor SPPD: 240/SPPD/Dikbud/VI/2025
b. Latar Belakang dan Tujuan
Setiap
perjalanan resmi pasti memiliki dasar pelaksanaan. Bagian ini menjelaskan
mengapa perjalanan dilakukan. Dalam lingkup akademik bisa berarti alasan
penelusuran etnografi atau kunjungan studi banding. Sementara dalam sektor
pemerintahan, bisa mengacu pada rencana kerja atau surat keputusan instansi.
Menurut data
dari Badan Kepegawaian Negara (BKN), sekitar 78% perjalanan dinas ASN dilakukan
untuk penguatan kompetensi, studi banding, dan koordinasi antarlembaga. Maka
laporan perlu memuat korelasi antara tujuan dan hasil yang ingin dicapai.
c. Uraian Kegiatan
Penulis
mendeskripsikan kegiatan yang dilalui secara naratif, kronologis, dan
informatif. Sehingga gaya bahasa deskriptif diperlukan, bukan hanya tabel
kegiatan.
Misalnya,
bukan hanya menulis:
- “Tanggal 24 Juni 2025 menghadiri sesi panel.”
Tetapi
dijabarkan lebih lanjut:
- “Pada 24 Juni 2025, penulis mengikuti panel diskusi bertema ‘Transformasi Pendidikan Digital’ yang menghadirkan narasumber dari Kemendikbudristek dan pelaku industri teknologi edukasi. Diskusi membahas ketimpangan akses dan urgensi literasi digital di daerah 3T.”
Pengamatan
ini bisa juga meliputi data lapangan, dokumentasi foto, serta kutipan dari
pembicara atau peserta.
d. Hasil atau Temuan Penting
Setiap
perjalanan yang produktif akan menghasilkan temuan, baik berupa pengetahuan
baru, jaringan kerja, hingga kritik kebijakan. Semacam nilai tambah dari
laporan perjalanan, apa pelajaran yang bisa diambil ?
Misalnya
dalam perjalanan ke sekolah unggulan di Yogyakarta, seorang guru bisa mencatat
sistem penilaian berbasis proyek sebagai inovasi yang bisa diterapkan di
sekolah asal. Sehingga analisis dan refleksi muncul.
Sebuah
laporan dari Kementerian PAN-RB menyebutkan bahwa hanya 45% laporan perjalanan
dinas yang menyertakan analisis manfaat kegiatan. Menunjukkan perlunya
peningkatan kualitas penulisan laporan agar tidak hanya bersifat administratif.
e. Evaluasi dan Rekomendasi
Bagian ini
sangat penting bagi keberlanjutan kebijakan atau program. Penulis bisa
memberikan catatan kelemahan selama pelaksanaan kegiatan dan rekomendasi untuk
perbaikan.
Dalam
konteks perjalanan kerja ke luar negeri, misalnya, evaluasi bisa mencakup
kendala komunikasi lintas budaya, logistik, atau hasil yang tidak sesuai
target. Namun yang lebih penting, laporan juga harus menawarkan jalan keluar
atau saran kebijakan ke depan.
f. Penutup dan Lampiran
Penutup
umumnya berisi ucapan terima kasih kepada pihak yang mendukung, serta
penyimpulan kegiatan. Sementara lampiran berisi bukti dokumenter seperti foto,
tiket, daftar hadir, sertifikat, atau salinan materi.
Dalam
laporan resmi instansi pemerintahan, lampiran menjadi penting sebagai
verifikasi kegiatan dan dasar pertanggungjawaban anggaran. Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menggarisbawahi pentingnya pelampiran bukti
dalam laporan kegiatan, terutama yang bersumber dari APBN/APBD.
III. Ragam Laporan Perjalanan Berdasarkan Konteks
Laporan
perjalanan memiliki variasi tergantung konteksnya:
- Perjalanan Dinas Pemerintahan: Menyatakan aspek pertanggungjawaban anggaran, pelaksanaan tugas, dan rekomendasi kebijakan.
- Laporan Kunjungan Industri/Sekolah: Ditekankan pada pembelajaran dan implementasi inovasi di lingkungan asal.
- Laporan Perjalanan Jurnalistik: Lebih bernuansa naratif, subjektif, dan diselingi wawancara atau potret sosial.
- Laporan Studi Lapangan Mahasiswa: Menyatakan pengamatan lapangan yang berkaitan dengan disiplin ilmu, disertai teori dan data kuantitatif/kualitatif.
IV. Tantangan dan Kritik terhadap Praktik Pelaporan
Meskipun
secara struktural telah ditetapkan, praktik pelaporan perjalanan sering kali
jatuh pada pola copy-paste, formalitas semata, atau dokumen pelengkap
administrasi. Hal itu terjadi karena dua hal: (1) kurangnya pembinaan teknis
penulisan, dan (2) budaya kerja yang menekankan pelaksanaan, bukan pelaporan.
Data dari
Lembaga Administrasi Negara menyebutkan bahwa dari 10.000 laporan perjalanan
dinas yang diaudit secara acak, lebih dari 30% tidak memuat analisis, dan hanya
15% yang menyajikan rekomendasi yang bisa ditindaklanjuti. Hal ini menunjukkan
bahwa perubahan laporan perjalanan menjadi dokumen reflektif dan strategis
masih sangat diperlukan.
V. Dari Catatan Perjalanan Menjadi Informasi
Laporan
perjalanan bukan hanya kewajiban administratif, melainkan bentuk dari
dokumentasi pengetahuan, refleksi kelembagaan, dan evaluasi mobilitas kerja. Di
dalamnya terdapat narasi tentang apa yang terjadi, bagaimana hal itu
berlangsung, dan apa yang bisa dipelajari untuk masa depan.
Dengan
menyusun laporan yang faktual, sistematis, dan reflektif, penulis tidak hanya
melaporkan sebuah perjalanan, tetapi ikut serta membangun ekosistem informasi
yang berguna bagi individu, lembaga, maupun kebijakan nasional.
Sebagaimana
diungkap oleh Clifford Geertz, antropolog ternama, dalam setiap perjalanan
terdapat cerita tersembunyi yang hanya bisa terbaca melalui narasi yang jujur.
Laporan perjalanan, dalam hal ini, bukan hanya catatan, tetapi perpanjangan
dari kesadaran dan tanggung jawab intelektual.