Ketika
korporasi bergerak tidak selaras dengan prinsip ekonomi berkelanjutan dan etika
bisnis, maka bisa menjadi merugikan bagi keuangan negara. Korporasi yang
demikian dikenal dengan istilah korporasi predator atau korporasi oportunis,
yaitu entitas yang menjalankan bisnisnya dengan motif keuntungan jangka pendek,
mengabaikan dampak negatif bagi ekonomi dan masyarakat. Korporasi predatoris sering
kali melibatkan praktik curang atau manipulatif yang merugikan keuangan negara
dan melemahkan sistem perekonomian secara luas. Dampaknya bukan hanya
memengaruhi kas negara, tetapi juga kepercayaan publik, stabilitas sektor
keuangan, dan iklim investasi.
Korporasi
yang berpotensi merugikan keuangan atau perekonomian negara sering kali disebut
sebagai korporasi predatoris atau korporasi perusak ekonomi. Korporasi tidak
hanya sekadar mengejar keuntungan, melainkan melibatkan diri dalam tindakan
yang dapat merugikan keuangan negara, baik secara langsung melalui manipulasi
regulasi maupun secara tidak langsung melalui kerugian yang dialami oleh
masyarakat. Di sisi lain, ada juga istilah korporasi rent-seeking yang
menerapkan bisnis yang mencari keuntungan dengan memengaruhi kebijakan publik
secara ilegal atau tidak etis, mengorbankan kesejahteraan publik demi
keuntungan pribadi.
Mekanisme Merugikan Antara Manipulasi dan Penggelapan
Salah satu
cara utama di mana korporasi dapat merugikan keuangan negara yaitu melalui
penggelapan pajak atau penghindaran pajak yang terstruktur. Penghindaran pajak
kerap dilakukan oleh korporasi besar yang memanfaatkan celah hukum atau
mekanisme perpajakan yang longgar di negara-negara tertentu. Dalam skala
global, praktik ini dikenal sebagai Base Erosion and Profit Shifting (BEPS),
yang berarti bahwa korporasi memindahkan keuntungan ke negara dengan pajak
rendah atau tanpa pajak sama sekali, mengurangi jumlah pajak yang dibayar di
negara asal yang lebih tinggi tarif pajaknya.
Contoh
konkret dari skema ini yaitu bagaimana perusahaan multinasional memindahkan
keuntungan ke negara yang dianggap sebagai surga pajak (tax haven), seperti
Bermuda atau Kepulauan Cayman. Dengan mengklaim bahwa korporasi memperoleh
pendapatan di negara tersebut, meskipun operasi bisnis terjadi di negara dengan
tarif pajak lebih tinggi, korporasi pada dasarnya mengurangi potensi pendapatan
negara dari pajak.
Namun,
dampak korporasi predatoris bukan hanya berhenti pada sektor perpajakan. Ketika
suatu korporasi melakukan aktivitas yang disebut sebagai tindakan monopoli atau
manipulasi pasar, hal ini dapat merusak dinamika ekonomi domestik. Dalam
kondisi monopoli, sebuah perusahaan menguasai pasar dengan menghapus persaingan
melalui cara-cara yang tidak sehat, seperti dumping harga di bawah biaya
produksi untuk mengusir pesaing. Hal ini membuat konsumen bergantung pada
korporasi tersebut dalam jangka panjang, dan sering kali mengakibatkan kenaikan
harga barang atau layanan secara drastis setelah persaingan dihancurkan.
Kasus Korporasi Rent-Seeking Korupsi dan Kolusi
Salah satu
isu terbesar yang dihadapi negara-negara berkembang adalah korporasi yang
melakukan praktik rent-seeking. Korporasi yang menerapkan rent-seeking tidak
memperoleh keuntungan melalui inovasi atau efisiensi, melainkan dengan
mengeksploitasi celah hukum, korupsi, atau memengaruhi pengambil keputusan
politik untuk menciptakan regulasi yang menguntungkan mereka sendiri. Praktik
semacam ini sangat merugikan, tidak hanya bagi keuangan negara, tetapi juga
bagi masyarakat umum yang harus menanggung biaya dari regulasi yang tidak adil.
Sebagai
contoh, dalam sektor pengadaan barang dan jasa, beberapa korporasi yang
memiliki koneksi kuat dengan pejabat pemerintah dapat memenangkan
kontrak-kontrak besar tanpa melalui proses yang adil atau kompetitif.
Proyek-proyek publik seperti pembangunan jalan raya, jembatan, atau
infrastruktur lain sering kali diberikan kepada perusahaan tertentu yang telah
"membayar" pejabat melalui suap atau gratifikasi. Akibatnya, harga
proyek menjadi jauh lebih mahal dari yang seharusnya, dan kualitas hasil
pekerjaan sering kali tidak sesuai dengan standar yang diharapkan.
Dalam jangka
panjang, praktik rent-seeking
menyebabkan inefisiensi ekonomi, di mana alokasi sumber daya negara
tidak dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat atau kepentingan publik,
melainkan demi kepentingan korporasi tertentu. Hal ini merusak kepercayaan
publik terhadap pemerintah dan menciptakan kesenjangan ekonomi.
Krisis Keuangan Contoh dari Dampak Korporasi Predatoris
Krisis
keuangan global pada tahun 2008 merupakan salah satu contoh tentang bagaimana
perilaku predatoris dari korporasi keuangan dapat merugikan ekonomi global.
Pada waktu itu, sejumlah besar bank investasi dan lembaga keuangan, terutama di
Amerika Serikat, terlibat dalam praktik pinjaman subprime mortgage yang
berisiko tinggi. Bank investasi memberikan pinjaman kepada nasabah yang tidak
mampu membayar kembali pinjaman tersebut, tetapi tetap "mengemas"
pinjaman dalam produk keuangan kemudian dijual di pasar global.
Ketika pasar
properti runtuh, pinjaman berubah menjadi utang buruk, menyebabkan kerugian
besar bagi lembaga keuangan di seluruh dunia. Akibatnya, banyak negara harus
mengeluarkan dana bailout untuk menyelamatkan bank yang terancam bangkrut,
menyebabkan defisit anggaran yang besar dan memperlambat pertumbuhan ekonomi
global. Krisis ini tidak hanya menghancurkan perekonomian negara maju, tetapi
juga memukul keras negara berkembang yang sangat bergantung pada investasi
asing.
Regulasi yang Lemah Celah Bagi Korporasi
Regulasi
yang lemah atau tidak efektif sering kali dimanfaatkan oleh korporasi untuk
mengakali sistem. Negara dengan sistem regulasi yang longgar, baik di sektor
keuangan, perpajakan, atau perdagangan, cenderung lebih rentan terhadap
eksploitasi oleh korporasi besar. Ketika pemerintah gagal memperkuat regulasi,
terutama dalam hal transparansi keuangan dan pengawasan pasar, korporasi dapat
dengan mudah menyalahgunakan kekuasaan demi keuntungan jangka pendek, tanpa
mempertimbangkan resiko terhadap perekonomian negara.
Upaya Penanggulangan dan Solusi
Untuk
melindungi keuangan dan perekonomian negara dari korporasi yang merugikan,
beberapa langkah harus diambil oleh pemerintah. Salah satunya yaitu memperkuat
regulasi perpajakan dan memberlakukan sanksi tegas bagi perusahaan yang
terlibat dalam penghindaran atau penggelapan pajak. Pemerintah juga harus
menerapkan transparansi keuangan, misalnya dengan mengadopsi kebijakan
Automatic Exchange of Information (AEOI), di mana beberapa negara saling
bertukar informasi perpajakan secara otomatis untuk mencegah praktik BEPS.
Selain itu,
diperlukan upaya yang serius untuk mencegah korupsi di sektor publik dan
menghindari praktik rent-seeking. Lembaga antikorupsi harus diberikan wewenang
yang kuat untuk menindak korporasi yang terlibat dalam suap atau kolusi dengan
pejabat pemerintah. Sektor publik juga harus memperkuat sistem pengadaan barang
dan jasa yang transparan dan kompetitif untuk mencegah monopoli atau manipulasi
pasar oleh korporasi predatoris.
Korporasi
bertugas dalam pembangunan ekonomi, tetapi Ketika korporasi beroperasi dengan
cara yang predatoris atau manipulatif, resikonya bisa merugikan keuangan dan
perekonomian negara secara keseluruhan. Untuk mencegah kerusakan yang lebih
besar, regulasi yang kuat, penegakan hukum yang tegas, dan transparansi dalam
transaksi keuangan dan kebijakan publik menjadi sangat penting. Hanya dengan
cara inilah, negara dapat melindungi dari ancaman yang ditimbulkan oleh
korporasi predatoris dan menjaga kesejahteraan ekonomi dalam jangka panjang.