Penasaran Apa Kata Para Ahli tentang Pendidikan? Ini Jawabannya!

Penasaran Apa Kata Para Ahli tentang Pendidikan? Ini Jawabannya!



 

pendidikan adalah bekal yang berguna ketika mencari ilmu agar membentuk kehidupan kita. Tapi, bagaimana para ahli memandang proses belajar mengajar ini? Artikel ini akan membahas definisi pendidikan menurut pendapat para ahli ternama.

 

 

1. Ki Hajar Dewantara: Filosofi Pendidikan Indonesia

Ki Hadjar Dewantara, Bapak Pendidikan Nasional Indonesia, memiliki pendapat yang filosofis tentang pendidikan terutama di Indonesia.  Filosofinya tidak hanya berfokus pada penyampaian ilmu pengetahuan, tetapi juga pada pengembangan karakter dan budi pekerti peserta didik.  Mari kita pahami lebih lanjut mengenai pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang pendidikan:

  • Ing Ngarso Sung Tulodo (di depan memberi contoh):  Seorang pendidik harus menjadi teladan yang baik bagi peserta didiknya. Sikap, perilaku, dan tutur kata pendidik akan ditiru oleh peserta didik.
  • Ing Madya Mangun Karso (di tengah membangun kemauan):  Proses pendidikan harus mampu menumbuhkan semangat dan kemauan belajar pada peserta didik.  Ki Hajar Dewantara percaya bahwa peserta didik memiliki kodrat (potensi) yang perlu dibantu agar setiap siswa mau belajar dan berkembang.
  • Tut Wuri Handayani (di belakang memberi dorongan): Pendidik sebaiknya tidak bersikap tegas, tetapi menjadi teladan dan motivator bagi peserta didik.  Siswa harus diberi kebebasan untuk belajar dan memecahkan masalah, namun tetap didampingi dan diberi arahan ketika diperlukan.

 

 

 

2. John Dewey: Pelopor Pendidikan Berbasis Pengalaman

John Dewey, seorang filsuf pendidikan asal Amerika Serikat, dikenal sebagai pelopor konsep pendidikan progresif yang menekankan pengalaman belajar aktif (experiential learning) bagi peserta didik.  Mari kita lihat lebih dalam mengenai ide-ide kunci Dewey dalam dunia pendidikan:

  • Learning by Doing atau Belajar melalui Pengalaman:  Dewey percaya bahwa pengetahuan dan pemahaman terbaik diperoleh melalui pengalaman langsung.  Ia mengkritik metode belajar tradisional yang hanya mengandalkan hafalan semata.  Dewey menganjurkan kegiatan belajar yang melibatkan pemecahan masalah, penyelidikan, dan eksperimen.  Dengan cara ini, peserta didik dapat membangun pengetahuan secara aktif dan bermakna.
  • School as a Microcosm of Society :  Menurut Dewey, sekolah seharusnya menjadi miniatur masyarakat.  Peserta didik harus belajar berinteraksi sosial, berdiskusi, dan bekerja sama dalam memecahkan masalah.  Lingkungan belajar yang demokratis dan gotomh-royonh akan membekali siswa dengan keterampilan sosial yang dibutuhkan untuk menjadi warga negara yang berguna bagi nusa dan bangsa.
  • Student-Centered Learning bisa dikenal juga dengan Pembelajaran Berpusat pada Siswa:  Dewey  berpendapat pentingnya pembelajaran yang berpusat pada siswa, bukan guru.  Artinya, guru berperan sebagai pengajar yang membantu peserta didik menemukan minat dan potensi setiap muridnya.  Pembelajaran dirancang berdasarkan kebutuhan, gaya belajar, dan pengalaman peserta didik .  Dengan demikian, siswa dapat terlibat dalam proses belajar dan penemuan pengetahuan.
  • Connection Between Theory and Practice atau Hubungan Antara Teori dan Praktik:  Dewey berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan peserta didik untuk menghubungkan teori dengan praktik. Siswa bukan hanya perlu memahami konsep secara teoritis, tetapi juga mampu menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.  Pembelajaran berbasis tugas dan studi kasus merupakan contoh metode yang dapat diterapkan.

Pemikiran John Dewey tentang pendidikan berpengaruh besar pada praktik pendidikan di seluruh dunia, termasuk Indonesia.  Konsep "learning by doing" dan "student-centered learning" menjadi landasan bagi pengembangan metode pembelajaran yang lebih aktif, inovatif, dan berpusat pada peserta didik.

 

 

 

 

3. H. Horne: Pendidikan sebagai Penyesuaian Berkelanjutan

H. Horne, seorang filsuf pendidikan ternama, memandang pendidikan sebagai proses dinamis yang berkelanjutan.  Menurutnya, pendidikan  bertujuan untuk membantu setiap siswa beradaptasi dan berkembang sepanjang hidupnya.  Mari kita simak lebih dalam mengenai konsep pendidikan menurut H. Horne:

  • Penyesuaian Berkelanjutan :  Horne memandang manusia sebagai makhluk yang terus berkembang dan saling terhubung dengan lingkungan yang masyarakat lainnya.  Pendidikan  berfungsi membekali individu dengan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan tersebut. Termasuk mencakup kemampuan belajar hal baru, memecahkan masalah, dan menyesuaikan diri dengan situasi yang berbeda-beda.
  • Pengembangan pendidikan :  Horne  menekankan pentingnya pendidikan yang dinamis.  Artinya, pendidikan tidak hanya berfokus pada pengembangan intelektual, tetapi juga mencakup aspek fisik, mental, emosional, dan spiritual. Setiap siswa perlu dibekali dengan pengetahuan, keterampilan, serta nilai-nilai moral dan spiritual yang kuat agar dapat menjalani kehidupan yang seimbang dan bermakna.
  • Lima Aspek Penyesuaian :  Horne  menjabarkan penyesuaian dalam pendidikan menjadi lima aspek, yaitu:
  • Penyesuaian Fisik : Pendidikan harus memperhatikan kesehatan dan kesejahteraan fisik peserta didik. Bisa dicapai melalui aktivitas fisik, pola hidup sehat, dan pendidikan kesehatan.
  • Penyesuaian Mental : Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan berpikir kritis, memecahkan masalah, dan berpikir kreatif. Membekali peserta didik dengan kemampuan untuk belajar dan beradaptasi dengan situasi intelektual yang baru.
  • Penyesuaian Intelektual : Pendidikan bertujuan mengembangkan kemampuan kognitif peserta didik, seperti kemampuan menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi informasi.
  • Penyesuaian Emosional : Pendidikan seharusnya membantu peserta didik untuk mengelola emosi dan mengembangkan kecerdasan emosional. Penting untuk membangun hubungan yang sehat dan mengatasi tantangan hidup.
  • Penyesuaian Spiritual : Horne tidak selalu secara langsung menggunakan istilah "spiritual" dalam karyanya. Namun, idealnya pendidikan membantu peserta didik untuk menemukan makna dan tujuan hidup, serta mengembangkan nilai-nilai moral dan etis yang kuat.

Dengan  memahami konsep penyesuaian berkelanjutan dan pengembangan berkelanjutan  menurut H. Horne, kita dapat  merancang sistem pendidikan yang lebih adaptif dan sesuai dengan kebutuhan zaman di abad ke-21.  Pendidikan  harus mempersiapkan peserta didik bukan hanya untuk menghadapi dunia kerja, tetapi juga untuk menjalani kehidupan yang penuh perubahan dan tantangan.

 

 

 

 

4. Aristoteles, seorang filsuf Yunani kuno

memiliki pendapat yang mendalam tentang pendidikan. Mari kita perluas pemahaman kita tentang pendapatnya:

  • Tujuan Pendidikan: Bagi Aristoteles, tujuan utama pendidikan adalah mencapai kebahagiaan atau eudaimonia. Ia percaya bahwa pendidikan harus membentuk karakter dan moral setiap siswa  agar setiap orang dapat mencapai kebahagiaan sejati.
  • Pendidikan sebagai Fungsi Negara: Aristoteles melihat pendidikan sebagai salah satu fungsi dari suatu negara. Negara bertanggung jawab untuk memastikan pendidikan yang layak bagi warganya. Pendidikan harus mempersiapkan setiap orang untuk berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.
  • Pendidikan dan Etika: Aristoteles mengaitkan pendidikan dengan etika. Ia berpendapat bahwa pendidikan harus mengajarkan nilai-nilai moral dan membentuk karakter yang baik. Etika dan pendidikan saling terkait dalam menciptakan warga negara yang bertanggung jawab.
  • Metode Pendidikan: Aristoteles menekankan pentingnya metode pengajaran yang efektif. Ia memperkenalkan konsep “dialectical method” yang melibatkan dialog dan diskusi antara guru dan siswa. Melalui dialog ini, siswa dapat mencari kebenaran dan memahami konsep secara mendalam.
  • Pendidikan untuk Kebijaksanaan: Aristoteles menganggap pendidikan sebagai sarana untuk mencapai kebijaksanaan. Ia percaya bahwa pendidikan harus membantu individu mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan memahami dunia dengan lebih baik.

Dengan memahami pendapat Aristoteles, kita dapat menghargai peran penting pendidikan dalam membentuk karakter, moral, dan kebahagiaan individu.

 

 

 

 

5. Maria Montessori: 

Montessori mengembangkan metode pendidikan yang berfokus pada kemandirian dan eksplorasi. Menurutnya, anak-anak memiliki potensi alami untuk belajar dan pendidikan harus memfasilitasi pengembangan melalui lingkungan yang mendukung.

Berikut beberapa aspek tentang pendapat dan peran Maria Montessori dalam pendidikan:

Filosofi Pendidikan Montessori:

  • Maria Montessori mengembangkan metode pendidikan yang berfokus pada kemandirian, pembelajaran berdikdiri, dan pengembangan kemampuan alami seorang anak.
  • Prinsip-prinsip utamanya melibatkan pembelajaran langsung, kelas dengan beragam usia, dan lingkungan yang dipersiapkan dengan cermat.

Kebebasan Aktivitas Anak:

  • Metode Montessori memberikan kebebasan bagi anak-anak untuk melakukan kegiatan dan mengatur acara harian siswa sendiri.
  • Anak-anak didorong untuk membuat pilihan kreatif dalam pembelajaran siswa, sementara para guru menawarkan kegiatan yang sesuai untuk memandu prosesnya.


Bidang Pembelajaran Montessori:

Pembelajaran Montessori mencakup lima bidang utama:

  • Kehidupan Praktis: Keterampilan sehari-hari seperti merapikan, membersihkan, dan mengatur.
  • Sensorik: Eksplorasi melalui indera, memahami bentuk, warna, dan tekstur.
  • Matematika: Pengenalan konsep matematika melalui bahan konkret.
  • Budaya: Memahami dunia dan budaya melalui studi geografi, sejarah, dan ilmu pengetahuan.
  • Bahasa: Pengembangan keterampilan berbahasa melalui bacaan, tulisan, dan percakapan

 

 

 

 

 

6. Paulo Freire: 

Freire adalah seorang pendidik asal Brasil yang memperjuangkan pendidikan yang berpusat pada pembebasan. Ia menekankan pentingnya kesadaran berpikir dan partisipasi dalam proses belajar.

Berikut beberapa aspek tentang pemikiran Paulo Freire:

Pendidikan sebagai Pembebasan:

  • Bagi Freire, pendidikan bukan hanya tentang menpenyampaian pengetahuan, tetapi juga tentang membebaskan manusia dari berbagai bentuk penindasan dan ketertindasan.
  • Ia menekankan pentingnya pendidikan yang memanusiakan manusia (humanisasi) dan memungkinkan siswa untuk mengubah realitas sosialnya.

Kritisisme dan Kesadaran:

  • Freire memperkenalkan konsep pedagogi kritis. Ia berpendapat bahwa pendidikan harus membangun kesadaran kritis pada peserta didik.
  • Kesadaran kritis memungkinkan seseorang untuk memahami realitas sosial, mengenali ketidakadilan, dan berpartisipasi dalam perubahan positif.

Dialog dan Partisipasi:

  • Freire menekankan pentingnya dialog dalam proses pembelajaran. Guru dan siswa harus berinteraksi secara aktif, saling bertukar pemikiran, dan membangun pengetahuan bersama.
  • Partisipasi aktif peserta didik dalam pembelajaran adalah syarat untuk memahami pendidikan dengan lebih baik.

Pendidikan Berbasis Konteks Sosial:

  • Freire menolak pendekatan a-historis dalam pendidikan. Ia memahami bahwa konteks sosial, sejarah, dan budaya memengaruhi proses belajar.
  • Pendidikan harus relevan dengan realitas sosial dan memperhitungkan perubahan yang terjadi di kehidupan masyarakat.

Pembebasan melalui Literasi:

  • Freire mengembangkan metode pembelajaran alfabetisasi kritis. Ia bekerja dengan orang dewasa miskin di Brasil dan menggunakan pendekatan yang memungkinkan setiap siswa memahami realitas sosial dan mengambil tindakan untuk perubahan.
  • Literasi bukan hanya tentang membaca dan menulis, tetapi juga tentang memahami dan berpartisipasi dalam masyarakat.

Dengan pendekatan yang berfokus pada pembebasan, kesadaran kritis, dan partisipasi aktif, Paulo Freire telah memberikan jasa besar dalam memahami peran pendidikan dalam mengubah dunia.

 

 


 

7. Howard Gardner: 

Gardner mengembangkan teori kecerdasan majemuk, yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki berbagai jenis kecerdasan. Pendidikan harus mengakui keberagaman dan memberikan kesempatan bagi semua jenis kecerdasan untuk berkembang.

Berikut beberapa aspek tentang pemikiran Howard Gardner:

Teori Kecerdasan Majemuk:

Gardner mengajukan konsep bahwa kecerdasan bukan hanya terbatas pada satu bentuk saja. Ia berpendapat bahwa setiap individu memiliki berbagai jenis kecerdasan yang dapat berkembang.

  • Dalam bukunya yang berjudul Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligences (1983), Gardner melihat delapan jenis kecerdasan yang berbeda:
  • Kecerdasan Linguistik: Kemampuan berbicara, menulis, dan memahami bahasa.
  • Kecerdasan Logika-Matematika: Kemampuan berpikir logis, menghitung, dan memecahkan masalah matematika.
  • Kecerdasan Visual-Spasial: Kemampuan memahami ruang, bentuk, dan visualisasi.
  • Kecerdasan Musikal: Kemampuan menghargai dan menciptakan musik.
  • Kecerdasan Kinestetik: Kemampuan fisik dan gerakan tubuh.
  • Kecerdasan Interpersonal: Kemampuan berinteraksi dengan orang lain.
  • Kecerdasan Intrapersonal: Kemampuan memahami diri sendiri dan emosi.
  • Kecerdasan Naturalis: Kemampuan mengamati alam dan lingkungan.

Teori ini menekankan pentingnya mengakui variasi kecerdasan dan memberikan kesempatan bagi semua jenis kecerdasan untuk berkembang.


Pendidikan yang Menghargai Keberagaman:

Gardner berpendapat bahwa pendidikan harus menciptakan ruang untuk semua orang, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau budaya setempat.

Guru harus memahami keberagaman kecerdasan siswa dan menyajikan materi pelajaran dengan mempertimbangkan karakteristik unik masing-masing siswa.

 

 

 

 

8. Carl Rogers:

Rogers adalah seorang psikolog humanistik yang menekankan pentingnya pendekatan yang empatik dan mendukung dalam pendidikan. Ia berpendapat bahwa guru harus memahami kebutuhan dan perasaan siswa untuk menciptakan lingkungan belajar yang baik.

Carl Rogers, seorang psikolog humanistik terkenal, memiliki pendapat yang unik tentang pendidikan. Mari kita simak pemahaman pendidikan tentang pendapatnya:

Pendekatan Humanistik:

  • Rogers adalah salah satu tokoh utama dalam pendekatan humanistik. beliau berpendapat pentingnya memahami siswa secara berbeda dan menghargai keunikan setiap orang.
  • Bagi Rogers, pendidikan bukan hanya tentang menpenyampaian pengetahuan, tetapi juga tentang membantu siswa tumbuh dan mengembangkan potensi masing-masing.

Pendidikan Berbasis Pengalaman:

  • Rogers berpendapat bahwa pendidikan harus berpusat pada pengalaman langsung. Siswa belajar melalui hubungan dengan lingkungan dan melalui evaluasi atas pengalaman setiap siswa sendiri.
  • Guru harus menciptakan lingkungan yang mendukung pemahaman diri siswa.

Kesadaran Diri dan Pertumbuhan Pribadi:

  • Rogers menekankan pentingnya kesadaran diri dan pertumbuhan pribadi. Siswa harus memahami nilai-nilai, minat, dan tujuan sendiri.
  • Pendidikan harus membantu siswa mengenali potensi siswa dan memberikan dukungan untuk mencapai aktualisasi diri.

Dengan pendapat yang berfokus pada kesadaran diri, pengalaman, dan pertumbuhan pribadi, Carl Rogers telah memberikan kerja yang berarti dalam dunia pendidikan. .

 

 Semua pendapat diatas memberikan wawasan berguna tentang pendidikan dan bagaimana kita dapat memahaminya dari berbagai sudut pandang. Konsep pendidikan dilihat dari berbagai sudut pandang. Namun, benang merahnya adalah upaya untuk mengembangkan siswa secara utuh, baik intelektual, sosial, dan karakter. Pemahaman definisi pendidikan menurut para ahli ini diharapkan bisa memberikan sudut pandang yang lebih luas tentang pentingnya pendidikan dalam kehidupan.

LihatTutupKomentar