Pentingnya Mempersiapkan Biaya Membesarkan Anak Demi Masa Depan



 

 

Buat yang punya rencana menikah, jangan hanya menghitung biaya hingga resepsi pernikahan saja. Ke depan, masih banyak biaya yang harus disiapkan, salah satunya biaya membesarkan anak.

Tentunya menjalin rumah tangga selalu diikuti dengan rencana memiliki anak, ya. Tapi ada juga pasangan yang menunda memiliki anak setelah menikah karena mau menyiapkan dana dulu.

Langkah tersebut bisa dibilang bijak jika mengacu pada faktor keuangan. Sepertinya sekarang banyak yang menentang pepatah orang zaman dulu bahwa banyak anak banyak rezeki.

Nyatanya, membesarkan anak memang membutuhkan biaya yang gak sedikit. Menurut beberapa survei di beberapa daerah , sebanyak 82 persen orang tua menggelontorkan Rp 30 ribu sebagai uang jajan anaknya tiap hari. Sisanya, 9 persen memberikan Rp 50 ribu, 5 persen di atas Rp 100 ribu, dan 4 persen di bawah Rp 30 ribu.

Bila memberikan Rp 30 ribu per hari, berarti perlu disiapkan 20 hari sekolah x Rp 30 ribu = Rp 600.000 juta tiap bulan. Duit itu hanya buat jajan anak, lho. Belum termasuk ongkos beliin mainan, baju, atau susu. Juga, yang paling penting, biaya pendidikan.

Hasil survei ini tentunya gak bersifat pasti. Namun kurang-lebih menggambarkan berapa biaya membesarkan anak di kota besar seperti Jakarta.

Secara rata-rata, kenaikan biaya pendidikan per tahun sekitar 10 persen. Pos ini adalah yang terbesar dari sebagian biaya membesarkan anak.

Meski menjadi beban, biaya membesarkan anak mestinya dihadapi dengan lapang dada. Karena itulah diperlukan strategi untuk mengatasinya.

Besarnya biaya tersebut bisa disiasati dengan sejumlah cara. Berikut ini 4 cara mempersiapkan biaya membesarkan anak:

 

 

1. Hemat saat buah hati masih kecil

Ada kecenderungan orang tua ingin membelikan apa saja buat anak mereka yang masih kecil. Apalagi anak pertama. Dari stroller sampai topi dan kaus kaki.

Untuk menyiasati pembelian perlengkapan bayi bisa dengan cara meminjamnya kepada sanak saudara atau tetangga yang sudah ga kepake atau dengan cara menyewanya ke penyedia jasa perlengkapan bayi.

 

Masalahnya, kadang beli barang-barang ini tanpa perhitungan. Beli topi tiap kali ke mal, misalnya. Begitu juga kaus kaki. Apa iya semua mau dipakai?

Belilah secukupnya saja. Tanpa kita sadari, si mungil cepat beranjak besar. Dan, segala perlengkapannya saat kecil gak muat ataupun gak cocok lagi baginya.

 

 

2. Beli baru

Ketika memiliki anak kedua, ketiga, dan seterusnya, sebisa mungkin tahan keinginan beli keperluan bayi yang baru. Lebih baik pakai peninggalan kakaknya yang sudah gak terpakai. Ini termasuk buku-buku pelajaran.

 

Tentunya gak semua bisa dimanfaatkan. Tergantung pada jenis kelamin anak dan kondisi barang tersebut. Jika memang harus beli baru, jangan paksakan memakaikan barang tinggalan itu. Jangan lupa cari diskonan, ya.

 

 

3. Masak sendiri

Ketimbang beli makan di luar, mending masak sendiri buat keluarga. Kebiasaan ini gak hanya bisa menekan biaya membesarkan anak, tapi juga pengeluaran sekeluarga.

 

Anak pun bisa lebih dipastikan kesehatannya dengan mengkonsumsi masakan rumah sendiri. Kita gak pernah tahu bagaimana proses pembuatan makanan di luar sana yang menjadi tempat jajan anak-anak ketika di sekolahan.

 

 

4. Tekan ego

Sebagai orang tua, sepatutnya sadar bahwa tanggung jawab yang kita pikul lebih besar. Si kecil di rumah punya masa depan yang bergantung pada kebijakan kita dalam mengatur keuangan rumah tangga.

 

Sebaiknya, prioritaskan kebutuhan anak di atas keinginan pribadi. Contohnya ada gadget yang baru dirilis, sementara anak butuh uang untuk study tour.

 

Bila gadget di tangan masih oke, jangan sampai mengorbankan kesempatan anak berlibur sambil menimba ilmu. Istilahnya, biarkan anak makan ayam, kita cukup makan tahu-tempe saja.

 

 

Makin ke sini, biaya hidup makin besar. Tak terkecuali biaya membesarkan anak. Inilah salah satu alasan pemerintah mendorong program Keluarga Berencana (KB).

 

Punya dua anak saja sudah cukup. Tapi bukan berarti dilarang punya anak lebih banyak. Yang mesti dipastikan adalah kondisi keuangan mesti mendukung untuk hal tersebut.

 

Jikapun keuangan mencukupi, itu belum tentu aman lho. Yang gak kalah penting adalah bagaimana mengelola keuangan itu agar masa depan keluarga cerah seperti sinar mentari di pagi hari.

LihatTutupKomentar