Pendidikan keuangan anak? Wah, kayaknya di kurikulum sekolah
dari jaman penjajahan sampai era dekarang nggak pernah ada tuh.
Jangankan di sekolah. Nggak usah jauh-jauh deh, di rumah pun
kadang soal keuangan itu hal yang tabu dibicarakan.
Soal keuangan memang masih dianggap sepele di negeri ini.
Nggak heran kalau angka literasi keuangan di Indonesia masih tergolong rendah.
Menurut survei Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat
literasi keuangan masyarakat masih tergolong rendah, yakni sebesar 21,80% pada
2013. Masih kalah dengan negara tetangga Singapura atau Malaysia.
Literasi masyarakat terhadap keuangan masih didominasi
produk perbankan. Mereka belum paham betul soal produk lembaga jasa keuangan
seperti asuransi, investasi dan jaminan pensiun.
Rendahnya literasi keuangan ini berdampak pada tingginya
potensi komplain terhadap produk perbankan atau lembaga jasa keuangan. Belum
paham pangkal masalahnya, udah keburu mencak-mencak dulu di customer service.
Mengapa pendidikan keuangan di level keluarga penting
Nggak cuma soal berujung komplain, pendidikan keuangan bagi
anak penting untuk menyiapkan masa depan. Keluarga sebagai tempat awal untuk
tumbuh kembang anak merupakan awal yang tepat untuk mengajari soal keuangan.
Kabarnya OJK berencana memasukkan pendidikan keuangan ke
dalam kurikulum sekolah
Masalahnya, anak-anak nggak memiliki akses soal pengetahuan
keuangan di level keluarga. Orangtua masih sering bungkam soal cash flow
keluarga. Yang penting anak-anak bisa dapat uang jajan dan bisa bayar sekolah,
terlepas dari mana asal uang tersebut.
Ini alasan kenapa anak perlu diajari soal keuangan.
1. Agar terbiasa bikin bujet
Ngaku deh, kamu baru bisa mengatur bujet ketika sudah hidup
mandiri alias terima gaji sendiri. Kadang pas terima gaji masih bingung mau
diapain itu hasil jerih payah.
Akhirnya dihambur-hamburin bareng teman-teman. Alasannya:
merayakan profesi baru dan gaji pertama.
Banyak yang nggak sadar kalau gaya hidup berbanding lurus
dengan tingkat penghasilan. Gaji besar nggak bakal berpengaruh tanpa bujeting.
Walhasil gaji kadang menguap tanpa bekas.
Mengajari anak soal bujet bisa diterapkan dengan hal
sederhana, misalnya, mengajak anak berbelanja kebutuhan bulanan sembari
mengajari berapa bujet yang dimiliki dan berapa bujet yang dikeluarkan.
Orangtua harus lebih terbuka soal pendapatan dan pengeluaran termasuk aset yang
dimiliki dan darimana asalnya.
2. Agar hemat dan terbiasa menabung
Mengajari anak menabung bisa dilakukan dengan banyak hal.
Mulai dari memberikan celengan sampai membuka rekening di bank.
Kebiasaan menabung akan lebih bagus jika dipupuk dari kecil.
Kebiasaan menabung memang nggak dibangun dalam sehari. Butuh
konsistensi agar kita terbiasa menabung, entah ada target atau nggak.
Saat ini memang sudah banyak bank yang menawarkan produk
tabungan anak. Tujuan menabung ini memang bukan untuk memupuk keuntungan, tapi
membiasakan anak untuk berhemat dan mempersiapkan diri menghadapi sesuatu di
masa depan.
Uang bukanlah tujuan hidup, ia hanyalah alat bantu. Tapi
yang terjadi di masyarakat adalah sebaliknya. Uang jadi mengatur manusia, bukan
kita yang mengaturnya.
Kehidupan jadi melulu soal konsumsi. Ujung-ujungnya, korupsi
merajalela. Dengan membuat bujet dan menabung, anak bisa menghargai uang dan
bijak dalam pengeluaran.
3. Mengerti apa itu utang
Utang masih dipandang sebagai sesuatu yang buruk. Makanya
memberikan pengertian dan pemahaman itu penting agar anak lebih bijak jika
kelak dihadapkan pada utang.
Utang memang nggak selamanya identik dengan hal buruk. Jika
dikelola, utang juga bisa menjadi hal yang baik.
Utang demi menuruti gaya hidup konsumtif bisa berpotensi
buruk.
Misalkan, utang itu bakal jadi buruk jika kita nggak
memiliki kemampuan dan niat untuk mengembalikannya. Mengajarkan anak untuk
hemat dan menghargai uang juga penting untuk menghindari utang yang nggak
perlu.
Anak bisa diberikan pemahaman soal apa itu kredit pemilikan
rumah (KPR) atau kredit kendaraan bermotor (KKB) pada saat membayar cicilan.
Ajarkan bagaimana cara kerja keduanya. Dan beritahu bahwa utang tersebut harus
dikelola sesuai prinsip bujet yang dipegang.
Kesimpulannya, pendidikan keuangan anak sedini mungkin itu
penting agar para anak piawai untuk mengatur keuangan. Kita bisa berkaca dari
pemakaian kartu kredit di Indonesia.
Total transaksi kartu kredit di Indonesia pada 2014 memang
tinggi, yaitu sebesar Rp 250,18 triliun. Tapi rasio kredit macet (non
performing loan) juga tak kalah tinggi, yakni hampir 3%.
Artinya, masih banyak orang yang belum paham soal mengatur
pemasukan dan pengeluaran. Pendidikan keuangan bukan hal yang tabu kok buat
anak. Nggak mau kan hidup mereka berantakan cuma gara-gara uang?
Demikianlah artikel yang telah kami tulis dengan judul
Kenapa Pendidikan Keuangan Anak Penting Diajarkan Sedini Mungkin, semoga
artikel tersebut bermanfaat bagi orang tua yang pengen anaknya supaya paham
akan literasi keuangan, dan terimakasih sudah berkunjung di blog kami.