Benarkah Bekerja Mengikuti Passion Hanya Omong Kosong Belaka

Benarkah Bekerja Mengikuti Passion Hanya Omong Kosong Belaka?


 

 

Suatu ketika, Ani datang mengeluh kepada Risa, sahabatnya. “Gue mau resign aja Ris,” katanya. Mendengar itu, Risa kaget,” Loh, kenapa?”

 

“Passion gue bukan di sini.” Risa tambah kaget.

 

Ani adalah seorang account executive suatu perusahaan otomotif. Sudah 2 tahun di sana, 1 tahun sebagai pekerja kontrak.

 

Ani suka membaca dan terutama menulis. Sesekali dia membikin cerpen dan mengirimnya ke media massa. Namun, belum pernah sekali pun tulisannya tembus.

 

Karena itulah dia jadi berpikir, “Mungkin gara-gara kerjaan ini gue gak fokus nulis.” Akhirnya, keluarlah kalimat “resign buat ngikutin passion”.

 

Dia berencana full time menjadi penulis. Namun, Risa sang sahabat mencoba membuat adem pikirannya.

 

Kebetulan Risa bekerja di bagian HRD suatu perusahaan. Sedikit-banyak dia tahu soal psikologi orang dan rupa-rupa alasan resign orang.

 

 

 

“Bekerja mengikuti passion itu omong kosong, An.” Kalimat dari Risa itu membikin Ani terbelalak. Kepalanya seperti digetok pakai palu godam milik Thor.

 

Kadang nemuin passion bisa di tengah jalan, jadi jalanin dulu aja

Belum sempat Ani menjawab, Risa langsung melanjutkan kalimatnya. “Kita bisa nemuin passion di mana pun kita bekerja!”

 

Steve Jobs Gak Ngikutin Passion

 

Risa lantas berbicara panjang-lebar memberikan contoh. “Lu tahu gak, Steve Jobs itu sukses karena awalnya gak bekerja mengikuti passion dia.”

 

Saat bergelut dengan Apple, passion Steve Jobs justru soal mistisisme Timur! Ini termasuk ajaran Kong Hu Cu, Hindu, Taoisme, Zen, dan terutama Buddha.

 

Kalau dia bekerja mengikuti passion, bisa jadi dia malah mendirikan vihara. Bukan menciptakan iPhone yang canggih itu.

 

Steve Jobs adalah orang yang mampu mengolah hidupnya, sehingga apa yang disebut sebagai “passion” itu bisa ia temukan di mana pun. Sebab, passion memiliki keterkaitan dengan banyak bidang.

 

Jobs disebut sering mengadopsi konsep-konsep filosofi dalam kerjanya. Salah satunya adalah bertindak lepas dari dogma. Karena itulah ia mampu menciptakan sesuatu yang inovatif lewat pikiran out of the box.

 

Di sinilah letak keterkaitan passion Jobs di bidang filsafat dan teknologi. Apakah dia harus meninggalkan dunia filsafat untuk menjadi seorang teknisi? Sama sekali gak!

 

 

 

“Hal ini juga bisa berlaku buat elu, An. Coba selami tugasmu sebagai AE itu. Ada gak yang berhubungan dengan dunia tulis-menulis,” ucap Risa.

 

Passion atau emosi sesaat? Tentuin dulu dong

“Aaah, gue tahu! Lu kan ketemu orang tiap hari, ngobrol sana-sini, bisa dong dari obrolan itu digali ide buat tulisan. Atau malah lu bisa bikin perjalanan hidupmu sebagai ide cerita!

 

“Misalnya suatu saat lu ketemu klien yang asyik banget, cerdas. Tapi, pernah juga ketemu yang agak-agak gimana, gitu. Terus pernah ngalamin zonk ama bos. Ini kan bisa jadi ide cerita bersambung.”

 

“Atau malah klien lu curhat soal kehidupannya. Terus lu pakai deh itu cerita buat bahan tulisan. Gak usah sama plek, tapi nanti dikira nyolong.”

 

Sekali lagi Ani tersentak. “Betul juga lu. Lu emang kadang ngeselin, tapi kadang berguna juga. Ha-ha-ha.”

 

Bekerja mengikuti passion hanya omong kosong belaka, itu ada benarnya. Contoh Steve Jobs di atas adalah salah satu buktinya.

 

Jika memang merasa pekerjaan sekarang gak sesuai dengan passion, jangan buru-buru resign. Seperti Risa, coba selami dulu pekerjaan itu.

 

Siapa tahu ada passion kita yang terpendam di sana. Atau malah kita menemukan passion baru di tempat kerja.

 

Keputusan resign itu memerlukan pemikiran dan rencana yang matang. Tanpa dua hal itu, gak mengherankan kalau hidup jadi tak tentu arah setelah berhenti kerja.

 

Demikianlah artikel yang telah kami tulis diatas dengan judul Benarkah Bekerja Mengikuti Passion Hanya Omong Kosong Belaka?, semoga artikel tersebut bermanfaat bagi kalian semua yang galau saat bekerja biasa tidak sesuai passion, atau akan resign untuk mencari pekerjaan yang sesuai passion.

LihatTutupKomentar