Perbedaan utama dari konsekuensi dan restitusi adalah ...

 

Perbedaan utama dari konsekuensi dan restitusi adalah ...

Perbedaan utama dari konsekuensi dan restitusi adalah ...

 

A. Bentuk konsekuensi mendadak, bentuk restitusi sudah ada dalam buku peraturan

B. Bentuk konsekuensi menyakitkan, bentuk restitusi menyenangkan

C. Bentuk konsekuensi berlaku untuk selamanya, bentuk restitusi berlaku sementara

D. Bentuk konsekuensi yang diberikan bukan gagasan pelanggar, bentuk restitusi adalah gagasan dari pelanggar

 

Jawaban: D. Bentuk konsekuensi yang diberikan bukan gagasan pelanggar, bentuk restitusi adalah gagasan dari pelanggar

 

Dalam dunia pendidikan, terutama pada praktik manajemen kelas, ada perbedaan mengenai pendekatan terbaik dalam menangani pelanggaran aturan oleh peserta didik. Dua konsep tersebut adalah konsekuensi dan restitusi. 


Keduanya tampak serupa karena sama-sama berhubungan dengan tindak lanjut dari suatu kesalahan atau pelanggaran, namun memiliki perbedaan mendasar yang memengaruhi bagaimana siswa memahami, merespons, dan belajar dari setiap tindakan.

 

Perbedaan utama pada siapa yang menjadi sumber gagasan untuk menebus kesalahan. Konsekuensi diberikan sepenuhnya oleh pihak luar seperti guru atau otoritas sekolah sebagai bentuk tanggapan terhadap pelanggaran. 


Sebaliknya, restitusi justru menempatkan pelanggar sebagai acuan yang menciptakan solusi, dengan harapan agar tumbuh kesadaran dan tanggung jawab. Dengan kata lain, konsekuensi merupakan instruksi, sementara restitusi adalah refleksi.

 

 

Konsekuensi Tindakan Eksternal dari Otoritas

Konsekuensi dalam praktik pendidikan dipandang sebagai mekanisme disiplin yang cepat dan tegas. Menurut Charles H. Wolfgang dalam School Discipline, Classroom Management, and Student Self-Control, konsekuensi muncul sebagai hasil dari tindakan yang melanggar aturan, baik berupa hukuman maupun sanksi logis.

 

Misalnya, seorang siswa yang membuang sampah sembarangan diminta membersihkan seluruh halaman sekolah. Tindakan ini bersifat eksternal dengan kata lain guru yang menentukan aturan, guru pula yang memutuskan sanksi. Peserta didik hanya menjadi penerima keputusan. 


Dalam situasi seperti ini, konsekuensi memang mampu memberikan efek jera, tetapibersifat sesaat karena siswa lebih fokus pada hukuman yang diterima, bukan pada kesadaran mengapa tindakannya keliru.

 

Selain itu, Alfie Kohn dalam Punished by Rewards mengkritik pendekatan ini karena cenderung membuat anak patuh karena takut hukuman, bukan karena memahami nilai moral pada aturan. Hal ini menegaskan bahwa konsekuensi, meski efektif secara jangka pendek, tidak selalu menumbuhkan tanggung jawab diri.

 

 

Restitusi Sebagai dan Pemulihan dari Dalam Diri

Berbeda dengan konsekuensi, restitusi menempatkan siswa sebagai subjek yang berpikir, bukan hanya menaati aturan. Konsep ini berkembang dari teori Control Theory yang digagas William Glasser, kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Diane Gossen dalam Restitution: Restructuring School Discipline.

 

Restitusi berfokus pada pemulihan, yakni mengembalikan kondisi agar selaras kembali dengan nilai yang diyakini bersama. Dalam praktiknya, guru tidak langsung memberikan hukuman, melainkan memfasilitasi siswa untuk menemukan cara memperbaiki kesalahan.

 

Contohnya, seorang siswa yang merusak fasilitas kelas tidak serta-merta dihukum membersihkan ruangan. Sebaliknya, guru mengajak berdialog: “Apa yang menurutmu bisa dilakukan untuk memperbaiki keadaan?” Dari pertanyaan tersebut, siswa dilatih berpikir kritis, menemukan solusi, sekaligus belajar menghargai nilai yang telah dilanggar.

 

Pendekatan ini sejalan dengan pandangan Restorative Justice yang digunakan di dunia pendidikan modern, termasuk di Kanada dan Australia. Data dari Canadian Association of Principals menunjukkan bahwa sekolah-sekolah yang menerapkan model restitusi mengalami penurunan tingkat kenakalan hingga 30% dalam kurun waktu tiga tahun, karena siswa belajar memulihkan hubungan, bukan hanya takut pada hukuman.

 

 

Implikasi di Dunia Pendidikan Indonesia

Di Indonesia, wacana penerapan restitusi masih relatif baru jika dibandingkan dengan praktik konsekuensi yang telah diterapkan. Beberapa sekolah masih bergantung pada pendekatan hukuman, mulai dari teguran keras, hukuman fisik (yang kini dilarang oleh Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan), hingga skorsing.

 

Namun, seiring dengan meningkatnya perhatian pada pendidikan karakter, restitusi mulai diterapkan. Misalnya, Sekolah Penggerak yang digagas Kemendikbudristek mendorong guru untuk menanamkan nilai disiplin melalui dialog, refleksi, dan tanggung jawab, bukan semata-mata hukuman.

 

 

Konsekuensi dan restitusi diterapkan sebagai respon atas pelanggaran aturan, tetapi berbeda dalam mekanisme dan dampaknya. Konsekuensi adalah instruksi dari luar, sementara restitusi merupakan refleksi dari dalam diri pelanggar. Karena itu, jawaban yang paling tepat adalah:

 

D. Bentuk konsekuensi yang diberikan bukan gagasan pelanggar, bentuk restitusi adalah gagasan dari pelanggar.

LihatTutupKomentar