Sudut Pandang Yang Digunakan Dalam Kutipan Cerpen Tersebut Adalah

 

Sudut Pandang Yang Digunakan Dalam Kutipan Cerpen Tersebut Adalah

Hari ini masih sama dengan hari sebelumnya. Dengan langit yang masih biru bersih, matahari dan kecerahannya, dan juga ia pun masih terbit dari sebelah timur. Ya tentu hal itu masih sama. Dan akan tetap seperti itu setiap harinya. Tetapi rasanya sejak ia menghilang, bagiku sang mentari pun tak seindah sebelumnya. Tak sehangat sebelumnya. Dan hatiku pun suram muram dari rasanya mendung sejak dia tak ada. Dia yang memberikan matahari di hidupku sekarang tak ada lagi. Mungkin dia ada, tapi di tempat lain. Dia sudah menghilang dari hidupku. Dia yang telah memberikan senyuman sehangat matahari dan telah menghiasi hari di setiap harinya. Dan juga telah membangkitkan semangat diri. Senyumannya pun bagaikan embun yang menyejukkan, dapat menyejukkan hatiku. Tatapannya pun lembut dan dapat membuatku terpaku. Ya, dulu. Itu sudah lama. Lama sekali. Dan sekarang dia sudah menghilang.

Aku begitu kehilangan dirinya. Aku merindukan sosoknya. Rasa sakit yang menyelimuti hati ini selalu muncul saat aku merindukannya. Aku pun merindukannya setiap saat. Apakah dia akan kembali? Entahlah. Tetapi itu selalu menjadi harapanku. Hanya secercah harapan. Mungkin peluang bagiku untuk menemukannya kembali sedikit sekali. Tapi aku tak berhenti berharap. Karena hatiku masih untuknya. Untuk dirinya. Walaupun aku tak pemah memilikinya, bagiku melihatnya setiap hari saja sudah cukup. Kehadirannya saja sudah membuatku bahagia. Hhhh dia yang memberikan senyuman sehangat matahari itu, aku selalu berharap bisa melihatnya lagi. Andai saja waktu bisa kuputar, aku pasti memutarnya ke masa lalu. Aku rindu sekali saat-saat dia masih ada di hidupku, dan sebelum dia menghilang. Jika ku tarik ke belakang.

"Hei berhenti!" teriaknya.

Aku pun tetap berjalan. karena ku pikir ucapannya tidak ditujukan kepadaku. Lagi pula aku sedang terburu-buru menuju kelas.

"Hei berhenti! Alindia Kartika!"

Sontak aku kaget dan seketika itu pula aku pun menghentikan langkahku. Tak kusangka dia memanggilku, dan dia pun menghampiriku.

"lni bukumu terjatuh." Ujar seseorang.

"Oh. makasih ya. Bagaimana bisa kau tau namaku?" tanyaku heran.

"Lah kan udah ketulis di bukunya. Oh iya namaku Andrian Dwiharja dari kelas 7f" katanya sambil memperkenalkan diri.

"Ah ga nanya. Duluan ya, mau ke kelas nih"

Aku pun terburu-buru menuju kelas meninggalkannya yang berdiri mematung disana. Mungkin dia tak menyangka aku berkata seperti itu. Mungkin kesannya aku jutek atau bagaimana lah. Ah aku tak peduli. 

 

 

Sudut pandang yang terdapat pada kutipan cerpen tersebut adalah .... 

 

A. orang pertama pelaku utama 

B. orang pertama pelaku sampingan

C. orang ketiga pengamat 

D. orang ketiga serbatahu

 

  • Jawaban: A. orang pertama pelaku utama 

 

Langit biru yang luas membentang tanpa batas, matahari yang bersinar terang dengan kecerahannya, dan fajar yang selalu muncul dari ufuk timur adalah hal-hal yang tak pernah berubah. Mereka adalah saksi bisu dari perjalanan waktu, yang terus bergerak maju tanpa henti. Namun, di balik keabadian alam ini, ada perasaan yang tak lagi sama. Kehilangan seseorang yang sangat berharga bisa mengubah cara pandang kita terhadap kehidupan. Begitulah yang dirasakan oleh Alindia Kartika.

 

Sejak kepergian sosok yang memberikan cahaya dalam hidupnya, hari-hari terasa lebih suram. Matahari yang seharusnya hangat, kini seolah kehilangan sinarnya. Keceriaan yang dulu hadir setiap kali melihat senyuman Andrian Dwiharja, kini berubah menjadi kerinduan yang menyakitkan. Alindia merasa hatinya seperti langit yang mendung, selalu gelap dan penuh dengan kesedihan sejak Andrian menghilang dari hidupnya.

 

Meskipun Andrian mungkin masih ada di suatu tempat, kehadirannya yang nyata di dekat Alindia telah hilang. Dia, yang dulu memberikan senyuman sehangat matahari dan semangat yang membara, kini hanya tinggal kenangan. Setiap karakter dari sosok Andrian—senyumannya, tatapannya yang lembut, hingga kebersamaan mereka—semua itu membuat Alindia merasa kehilangan. Rasa sakit dan rindu selalu menyelimuti hatinya setiap kali mengenang masa-masa indah itu.

 

Namun, Alindia tak berhenti berharap. Di tengah kerinduan yang menyakitkan, dia masih menyimpan secercah harapan untuk bisa melihat Andrian lagi. Walaupun kemungkinan untuk bertemu kembali sangat kecil, hati Alindia tetap setia menunggu. Bagi Alindia, kehadiran Andrian dulu sudah cukup untuk membuatnya bahagia.

 

Dalam lamunannya, Alindia teringat momen pertama kali dia bertemu dengan Andrian. Kala itu, Alindia sedang tergesa-gesa menuju kelas ketika tiba-tiba terdengar suara seseorang memanggil namanya.

 

"Hei, berhenti!" teriak seorang laki-laki.

 

Namun, Alindia tak menghiraukannya karena berpikir panggilan itu bukan ditujukan untuknya. Tapi suara itu semakin mendekat.

 

"Hei, berhenti! Alindia Kartika!"

 

Langkah Alindia terhenti. Dia terkejut mendengar namanya dipanggil. Saat dia berbalik, Andrian sudah berdiri di sana, mengulurkan buku yang terjatuh dari tasnya.

 

"Ini bukumu terjatuh," ujarnya sambil tersenyum.

 

"Oh, terima kasih. Bagaimana bisa kau tahu namaku?" Alindia bertanya dengan nada heran.

 

"Nama kamu tertulis di bukunya. Aku Andrian Dwiharja dari kelas 7f," jawab Andrian sambil memperkenalkan diri.

 

Alindia hanya mengangguk singkat dan segera bergegas menuju kelas. Meninggalkan Andrian yang berdiri mematung, mungkin karena tidak menyangka respons Alindia yang terkesan dingin. Momen itu mungkin terlihat biasa saja bagi orang lain, namun bagi Alindia, pertemuan itulah yang menjadi awal dari segala kebahagiaan dan kini, kerinduan yang mendalam.

 

Kini, setiap kenangan tentang Andrian selalu membuat hati Alindia bergetar. Rasa kehilangan yang dirasakan bukan hanya karena Andrian sudah tidak ada di dekatnya, tetapi juga karena kehadirannya dulu begitu berarti. Alindia merindukan saat-saat di mana dia bisa melihat Andrian setiap hari, merasakan kehangatan senyumannya, dan menemukan semangat hidup dalam tatapannya.

 

Mungkin, jika waktu bisa diputar kembali, Alindia akan memutar kembali ke masa lalu, ke saat-saat di mana Andrian masih ada di hidupnya. Dia akan lebih menghargai setiap detik yang dihabiskan bersama Andrian. Namun, kenyataan tak bisa diubah. Yang bisa Alindia lakukan sekarang hanyalah menyimpan setiap kenangan itu dalam hati, sambil terus berharap bahwa suatu hari, takdir akan mempertemukan mereka kembali.

 

Dalam kutipan cerpen diatas, sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang orang pertama pelaku utama. Alindia Kartika, sebagai narator, menceritakan perasaannya secara langsung kepada pembaca. Penggunaan kata "aku" menunjukkan bahwa cerita tersebut disampaikan dari sudut pandang pribadi Alindia. Dengan sudut pandang tersebut, pembaca diajak untuk merasakan setiap perasaan kehilangan, kerinduan, dan harapan yang dialami oleh Alindia.

 

 

Penjelasan:

Cerpen "Hari Ini Masih Sama dengan Hari Sebelumnya" menghadirkan kisah pilu tentang kehilangan dan kerinduan mendalam seorang individu bernama Alindia Kartika. Cerita ini dikemas dengan narasi yang kaya deskripsi dan emosi, mengantarkan pembaca menyelami pergolakan batin sang tokoh utama.

 

Lebih menariknya lagi, cerpen ini disajikan dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama. Hal ini terlihat jelas dari penggunaan kata ganti "aku" yang konsisten di sepanjang cerita. Alindia Kartika menjadi narator utama, menceritakan kisahnya secara langsung, memungkinkan pembaca untuk merasakan secara mendalam emosi dan pengalamannya.

 

Melalui sudut pandang ini, pembaca diajak menyelami perasaan Alindia yang diliputi kesedihan dan kerinduan mendalam terhadap sosok yang hilang. Deskripsi detail tentang bagaimana Alindia merasakan kehilangan itu, dari rasa sakit di hati hingga obsesi untuk melihat kembali sang pujaan hati, tersampaikan dengan begitu nyata.

 

Pembaca diajak untuk merasakan rasa kesepian dan kerinduan yang menyelimuti Alindia. Penggunaan kata-kata seperti "suram muram", "mendung", dan "sejuk" seolah membawa pembaca ke dalam kehidupan Alindia, merasakan dinginnya kehilangan dan hangatnya kenangan.

 

Sudut pandang orang pertama pelaku utama juga memungkinkan pembaca untuk memahami perspektif Alindia terhadap peristiwa yang terjadi. Cerita tentang pertemuan pertamanya dengan sang pujaan hati, Andrian Dwiharja, dikisahkan dengan kejujuran dan interpretasi Alindia terhadap sikap Andrian.

 

Hal ini membuka cara bagi pembaca untuk menambah sudut pandang sendiri tentang hubungan Alindia dan Andrian, serta alasan di balik kepergian Andrian yang meninggalkan luka mendalam bagi Alindia.

 

Secara keseluruhan, penggunaan sudut pandang orang pertama pelaku utama dalam cerpen "Hari Ini Masih Sama dengan Hari Sebelumnya" terbukti efektif dalam membangun hubungan emosional yang kuat dengan pembaca. Pembaca diajak untuk merasakan secara langsung kesedihan dan kerinduan Alindia, memahami perspektifnya, menambah sudut pandang tentang cerita tersebut.

 

 

Perbandingan dengan Pilihan Jawaban Lain:

  • Orang pertama pelaku sampingan: Sudut pandang ini tidak tepat karena Alindia Kartika secara aktif terlibat dalam cerita dan menceritakan kisah dari sudut pandangnya sendiri.
  • Orang ketiga pengamat: Sudut pandang ini juga tidak tepat karena narator tidak bisa menjelaskan tentang pikiran dan perasaan Alindia secara langsung.
  • Orang ketiga serbatahu: Sudut pandang ini memungkinkan pengetahuan yang lebih luas tentang karakter dan peristiwa, namun tidak memberikan hubungan emosional yang sama kuatnya dengan sudut pandang orang pertama pelaku utama.

 

Oleh karena itu, jawaban A. orang pertama pelaku utama merupakan pilihan yang paling tepat untuk menggambarkan sudut pandang dalam cerpen "Hari Ini Masih Sama dengan Hari Sebelumnya".

LihatTutupKomentar