Setelah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia harus berhadapan dengan?
a. Jepang, Inggris
b. Jepang, Belanda, Sekutu
c. Jepang, Belanda
d. Jepang, Perancis , Belanda
e. Semua jawaban benar
Jawaban: B. Jepang, Belanda, Sekutu
Sorak gembira menggema di udara pada 17 Agustus 1945. Bendera Merah Putih yang selama berabad-abad menjadi simbol perlawanan terhadap penjajahan, akhirnya berkibar dengan gagah di tiang bambu.
Indonesia, setelah
melewati penjajahan Belanda dan Jepang yang panjang dan penuh darah, telah
merdeka. Namun, euforia kemerdekaan itu dengan cepat dibayangi oleh tantangan
berat yang harus dihadapi. Ini bukan akhir perjuangan, melainkan awal dari
sebuah era baru era mempertahankan kemerdekaan.
Agresi Militer Belanda Kembali Berhadapan dengan Penjajah Lama
Belanda, yang selama berabad-abad menikmati kekayaan sumber daya alam Indonesia, tentu saja tidak rela begitu saja melepas koloninya. Hanya beberapa minggu setelah proklamasi, Belanda mulai melancarkan agresi militer.
Pada 25 September 1945, pasukan NICA (Netherlands Indies Civil Administration)
pimpinan Letnan Jenderal Van Mook mendarat di Semarang. Ini menjadi awal dari
rangkaian pertempuran berdarah di berbagai daerah.
Para pejuang Indonesia, meski belum memiliki persenjataan dan pengalaman tempur yang memadai, pantang mundur. Di Semarang, misalnya, terdapat sosok pemuda bernama Bambang Soepeno. Menurut Ricklefs, M.C. (2008).
History of Modern Indonesia. Indiana University Press , Bambang Soepeno bersama
para pemuda lainnya dengan gagah berani melawan pasukan Belanda di daerah
Ambarawa. Pertempuran sengit ini dimenangkan oleh Indonesia, namun dengan
pengorbanan yang besar.
Kisah heroik lainnya terjadi di Surabaya. Pada November 1945, terjadi pertempuran sengit antara para pejuang Indonesia yang dipimpin oleh Bung Tomo melawan pasukan Sekutu yang diboncengi Belanda. Semangat "Merdeka atau Mati!" menggema di seantero kota.
Meski akhirnya Surabaya jatuh ke tangan
Sekutu, namun pertempuran ini menjadi bukti kegigihan rakyat Indonesia dalam
mempertahankan kemerdekaan. Bung Tomo
sendiri, dalam Kompas, berapi-api menyerukan, "Kita lawan dengan bambu
runcing! Lebih baik kita hancur lebur daripada tidak merdeka!"
Diplomasi Berjuang di Kancah Internasional
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan tidak hanya terjadi di medan perang. Para pemimpin bangsa, seperti Sutan Syahrir, Mohammad Hatta, dan Achmad Soebardjo, aktif berjuang di front diplomasi. Mereka berkeliling dunia, melobi negara-negara lain untuk mengakui kedaulatan Indonesia.
Upaya ini membuahkan hasil. Mesir menjadi negara
pertama yang de facto mengakui kemerdekaan Indonesia pada 22 Agustus 1945.
Disusul kemudian oleh negara-negara lain seperti India, Pakistan, Australia,
dan Filipina. Pengakuan internasional ini sangat penting bagi Indonesia, karena
semakin memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat.
Intervensi Sekutu Ketika Sekutu Justru Memihak Belanda
Kedatangan pasukan Sekutu ke Indonesia awalnya disambut dengan harapan. Diharapkan mereka dapat membantu melucuti senjata tentara Jepang. Namun, harapan itu pupus ketika Sekutu justru bekerja sama dengan Belanda dalam upaya merebut kembali Indonesia.
Hal ini semakin complicated
(memperumit) situasi yang dihadapi Indonesia. Pertempuran antara Indonesia dan
Sekutu pun tidak terhindarkan, seperti yang terjadi di Hotel Yamato di
Surabaya.
Ancaman Internal Tantangan dari Dalam Negeri
Belum selesai menghadapi ancaman eksternal, Indonesia juga dihadapkan pada ancaman internal. Munculnya gerakan separatis yang ingin melepaskan diri dari Indonesia, seperti DI/TII di Jawa Barat dan RMS di Maluku, menjadi tantangan tersendiri bagi persatuan dan kesatuan bangsa.
Para pemimpin
bangsa harus bersabar dan cerdik dalam menangani gerakan separatis ini. Selain
pendekatan militer, pendekatan diplomasi dan pembangunan ekonomi di
wilayah-wilayah tersebut juga diperlukan untuk meredam gerakan separatis.
Membangun Kembali Ekonomi Dari Keterpurukan Menuju Kemandirian
Perjuangan mempertahankan kemerdekaan juga meliputi aspek ekonomi. Indonesia yang baru merdeka harus membangun kembali ekonominya yang porak-poranda akibat penjajahan. Infrastruktur hancur, perkebunan terbengkalai, dan modal terampas. Rakyat hidup dalam kesusahan.
Untuk mengatasi situasi ini,
pemerintah Indonesia mengambil alih aset-aset milik Belanda dan Jepang
(nasionalisasi). Langkah tersebut bertujuan untuk memulihkan ekonomi Indonesia
dan membangun kemandirian ekonomi.
Upaya lain yang dilakukan adalah dengan memajukan sektor pertanian. Rakyat didorong untuk kembali bercocok tanam dan meningkatkan produksi pangan. Pemerintah juga memberikan bantuan modal dan pupuk kepada para petani.
Di sektor industri,
pemerintah mendorong tumbuhnya industri kecil dan menengah. Usaha-usaha tersebut perlahan mulai
membuahkan hasil. Ekonomi Indonesia mulai menunjukkan perbaikan, meskipun masih
jauh dari kata sejahtera.
Kemerdekaan Indonesia bukan hadiah, melainkan hasil dari perjuangan panjang dan pengorbanan besar. Mempertahankan kemerdekaan pun tak kalah beratnya.
Namun, dengan semangat persatuan dan kegigihan, bangsa
Indonesia berhasil melewati berbagai rintangan dan ancaman, dan kini menjadi
negara yang merdeka dan berdaulat.