Kadang suka takjub sama anak muda zaman sekarang. Di usia yang masih muda sudah jadi pebisnis-pebisnis handal. Ada yang jadi pemilik bisnis kuliner, butik, fashion, sampai jual beli barang bekas. Terjun ke dunia bisnis ini yang membuat mereka jadi OKB alias orang kaya baru. Predikat ‘owner’ sebuah bisnis lebih mentereng dibanding menjadi karyawan biasa. Alasan inilah yang membuat keinginan orangtua terhadap masa depan anaknya berubah.
Beberapa dekade lalu, orangtua seneng banget tahu cita-cita anaknya jadi dokter, insinyur, pilot, dan sejenisnya. Beda sama sekarang. Orangtua yang kekinian sudah tak lagi memasukan profesi itu dalam daftar teratas impian orangtua kepada anaknya. Muncullah keinginan agar buah hati kelak menjadi pebisnis yang sukses. Cuma ada yang mengira sukses di dunia bisnis itu bawaan orok.
Padahal faktanya enggak kok. Jiwa bisnis seseorang bisa diasah. Berbisnis ini urusannya ketrampilan, enggak ada kaitannya sama DNA seseorang. Menanamkan jiwa bisnis ke anak sesungguhnya dapat dilakukan sejak dini. Tapi tak bisa dilakukan dalam satu waktu. Apalagi sekadar mengandalkan teori. Ya mana paham tuh anak.
Lebih pas kalau mengenalkan anak konsep berbisnis lewat permainan. Ingat ya, dunia anak itu dunia yang dekat dengan permainan. Nah, ini bisa jadi cara yang pas buat mereka. Tinggal menerapkan saja pelajaran berbisnis dari berbagai cara. Sekarang coba deh praktikan bareng buah hati empat aktivitas di bawah ini untuk mengembangkan jiwa bisnis anak.
1. Main jual-jualan
Ini paling gampang banget. Luangkan waktu untuk mengajak
anak bermain jual-jualan yang biasanya dilakukan bersama teman-teman sebayanya,
tapi agar bisa menanamkan jiwa pebisnis sebagai orang tua seharusnya menemani
anaknya untuk bermain jual-beli barang. Siapa yang berperan sebagai pedagang
dan siapa pembeli. Barang apa saja yang dijual. Di sini anak bisa mengenal
konsep nilai uang, transaksi, dan menakar nilai barang.
Berikutnya bisa divariasikan dengan mengajak si buah hati
mengunjungi lokasi bisnis. Maksudnya agar anak terbiasa melihat langsung
interaksi orang-orang di dunia bisnis.
2. Memonetisasi bakat anak
Cara asyik lainnya adalah lewat memonetisasi bakat anak.
Langkah pertama cermati bakat anak di bidang apa. Misalnya saja bakat melukis
atau menulis. Jadilah pihak yang ‘pembeli’ karya buah hati itu.
Sebelum bertransaksi, berikan masukan dan penilaian terhadap
karya yang telah anak buat. Kemudian masuk ke negosiasi harga. Katakanlah
sebuah lukisan bagus dihargai Rp 100.000. Awal-awal transaksi bisa langsung
dilakukan.
Hanya tahapan berikutnya, ajarkan anak membuat kontrak kerja
atas karya itu. Di kontrak itu disebutkan seperti harga, deadline penyerahan,
dan jenis karya yang akan dibikin.
3. Bangun kesadaran keuangan
Anak sebaiknya dilatih tentang kesadaran keuangan. Tak perlu
yang rumit, cukup sederhana saja. Misalnya saja konsep uang masuk dan keluar.
Biasakan anak untuk disiplin mencatat pemasukan dan pengeluaran uang.
Contohnya pemasukan berasal dari uang saku. Ajarkan kepada
anak agar mencatat berapa uang saku yang diterima dan kemana saja uang itu
dibelanjakan mau itu dibuat jajan atau untuk keperluan lainnya.
Di samping itu, ajaklah diskusi dalam perencanaan keuangan
ke depannya. Seperti ingin punya mainan tertentu, maka tentukan strateginya
bagaimana mainan tersebut bisa terbeli dalam waktu tertentu.
4. Ciptakan kebiasaan berwirausaha
Tak perlu pusing untuk memikirkan caranya. Tinggal lihat
sekeliling rumah kira-kira apa yang bisa ‘dibisniskan’. Misalnya menjual
barang-barang bekas. Beri pemahaman kepada anak kalau ada peluang bisnis dari
barang bekas, seperti koran bekas.
Kemudian bikin project untuk menjualnya. Tentukan nilai dan
mencari calon pembeli barang bekas. Paling gampang cari pemulung. Lalu biarkan
anak bernegosiasi dengan pemulung.
Atau latih juga kreativitas anak terhadap barang bekas.
Misalnya dengan menambah nilai lebih barang bekas itu dengan membuat sebuah
prakarya supaya barang bekas tersebut lebih menarik serta memiliki nilai jual
yang lebih baik.
Tidak sulit kan? Lagi pula aktivitas mengenalkan dunia
bisnis ke anak juga jadi momen pas membangun ‘bonding’. Cuma perlu diingat,
karakter bisnis itu tak dibangun dalam semalam. Ada prosesnya. Kita sebagai
orangtua, wajib mendampingi.
Yuk, mari persiapkan karakter anak mulai sekarang biar dunia
bisnis bukan hal yang asing baginya.