Berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, guru memiliki peran utama dalam mencapai tujuan
pendidikan nasional. Peran, tugas, dan tanggung jawab guru memiliki dampak
penting dalam meningkatkan kualitas pelajar Indonesia serta mewujudkan
masyarakat yang maju, adil, makmur, dan beradab.
Sebagai pendidik profesional, guru bertanggung jawab
merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran,
memberikan pembimbingan dan pelatihan, serta berkontribusi pada penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat (Pasal 39 ayat 2 Undang-undang Nomor 20/2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional).
Fungsi guru dalam era modern semakin berkembang, bukan hanya
sebagai pengajar, tetapi juga sebagai pengelola belajar. Kompetensi akademis
menjadi penting, namun kecerdasan emosi juga turut menjadi unsur penting dalam
kepribadian guru.
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
menegaskan bahwa guru, sebagai tenaga profesional, memiliki tugas utama dalam
mendidik, mengajar, membimbing, dan mengevaluasi peserta didik dari berbagai
jalur pendidikan.
Profesionalisme guru tercermin dalam kejujuran terhadap
kemampuan diri sendiri. Kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik,
dan kesehatan jasmani dan rohani menjadi syarat bagi guru untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional (Undang-undang Guru dan Dosen Pasal 8).
Kecerdasan emosi guru memiliki peran signifikan dalam
konteks pendidikan profesional di era globalisasi. Guru harus menguasai bidang
studi secara menyeluruh dan menerapkannya dengan kemampuan pedagogik.
Pengembangan diri terus menerus menjadi syarat bagi guru
profesional menghadapi perubahan global dan kemajuan teknologi. Guru harus
mengenali kekuatan, kelemahan, dan arah pengembangan diri sendiri.
Kecerdasan emosi, sebagai bagian dari kompetensi
kepribadian. Pengenalan emosi peserta didik melalui kesadaran emosional guru
bukan hanya memberikan dampak positif pada guru sendiri, tetapi juga pada
peserta didik.
Guru bukan hanya menjadi penyampai informasi, tetapi juga
pendengar yang memahami sudut pandang dan perasaan peserta didik. Dalam
menghadapi tantangan teknologi, guru perlu memahami dampak psikologisnya dan
merancang solusi yang sesuai.
Solusi ini melibatkan pengelolaan dorongan emosi sebagai
bentuk kematangan dan ketegaran kepribadian guru. Dalam era globalisasi,
kesiapan mental dan pengembangan kualitas pendidikan menjadi fokus utama.
Dengan demikian, seorang guru professional harus
menggabungkan keahlian akademis, kecerdasan emosi, dan keterampilan pedagogik
untuk memberikan pengajaran maksimal pada pembentukan karakter dan peningkatan
kualitas pendidikan nasional.
Dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, guru profesional harus mampu terus mengembangkan diri. Penguasaan
bidang studi bukan hanya bersifat parsial, tetapi juga terhubung dengan
kemampuan pedagogik yang memahami siswa-siswi secara mendalam.
Kemampuan mengelola emosi menjadi semakin penting mengingat
tantangan yang dihadapi oleh peserta didik dalam penerimaan teknologi dan
perubahan global. Dengan kecerdasan emosional, guru dapat menjadi fasilitator
yang dapat merespons kebutuhan emosional peserta didik, menciptakan lingkungan
belajar yang kondusif.
Aspek kepribadian guru, khususnya dalam hal kejujuran dan
keterbukaan terhadap kelebihan dan kekurangan diri, memberikan contoh bagi
peserta didik tentang pentingnya sikap positif terhadap perubahan dan
pengembangan diri.
Dalam menerapkan kompetensi profesional, guru harus mampu
bukan hanya menyampaikan materi pembelajaran secara mendalam, tetapi juga
memahami subtansi keilmuan yang mencakup materi kurikulum. Struktur dan
metodologi keilmuan juga perlu dikuasai guna memberikan pengalaman pembelajaran
yang bermutu.
Tantangan kompetitif globalisasi menuntut guru untuk tidak
hanya menjadi pengetahuan teknis, tetapi juga memiliki kemampuan sosial dan
interpersonal yang baik. Kompetensi sosial guru menjadi kunci dalam
berkomunikasi serta menjalin hubungan dengan berbagai pihak terkait, termasuk
peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta
didik, dan masyarakat sekitar.
Melalui kecerdasan emosi, guru dapat mengenali emosi peserta
didik, menciptakan hubungan yang baik, dan mengatasi tantangan interpersonal.
Sebagai pembicara yang baik, guru harus memperhatikan kualitas positif peserta
didik, mendorong siswa untuk berpikir kritis, dan memberikan pandangan yang
seimbang.
Dalam menghadapi dampak psikologis dari perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, guru perlu memahami rasa ingin tahu besar
siswa-siswi dan memandu mereka untuk memanfaatkan teknologi secara tepat.
Guru juga harus menyadari faktor-faktor penghambat belajar,
baik dari segi internal maupun eksternal. Pengenalan emosi peserta didik
melalui kecerdasan emosional menjadi metode bagi guru untuk memberikan
pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan karakter peserta
didik.
Solusi yang tepat dalam meningkatkan kualitas pendidikan di
era globalisasi adalah melibatkan kecerdasan emosi guru sebagai tenaga pengajar
dalam keterampilan profesional. Dengan menggabungkan kompetensi akademis,
kemampuan sosial, dan kecerdasan emosi, seorang guru dapat menjadi pengajar
yang efektif dalam membentuk generasi penerus yang unggul dan siap menghadapi
masa depan yang dinamis.
Undang-undang Guru dan Dosen Pasal 9 menetapkan bahwa
kualifikasi akademik guru diperoleh melalui pendidikan tinggi program sarjana
atau program diploma empat. Dalam Undang-undang Guru dan Dosen pasal 1 ayat
(10), kompetensi guru didefinisikan sebagai seperangkat pengetahuan,
keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai oleh
guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.
Menurut Permendiknas Nomor 16 tahun 2007, kompetensi guru terdiri dari empat aspek utama, yaitu:
1. Kompetensi Pedagogik
Kompetensi pedagogik mencakup pemahaman terhadap peserta
didik, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan
pengembangan potensi peserta didik.
2. Kompetensi Kepribadian
Kompetensi kepribadian mencerminkan kemampuan personal guru
yang baik, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa. Guru juga diharapkan menjadi
teladan bagi peserta didik dengan berakhlak mulia.
3. Kompetensi Sosial
Kemampuan guru berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif
dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali
peserta didik, dan masyarakat sekitar termasuk dalam kompetensi sosial.
4. Kompetensi Profesional
Penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam,
termasuk penguasaan materi kurikulum mata pelajaran di sekolah, merupakan inti
dari kompetensi profesional. Guru juga diharapkan menguasai struktur dan
metodologi keilmuannya.
Adaptasi Guru di Era Globalisasi
Dalam menghadapi tantangan kompetitif globalisasi, seorang
guru professional harus mampu menguasai bidang studi secara tepat. Penguasaan
bidang studi tidak dapat terisolasi dari kemampuan pedagogik, yang mencakup
pemahaman peserta didik, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran
yang mendidik, dan evaluasi hasil pembelajaran.
Selain itu, seorang guru profesional harus mengenali dirinya
sendiri, memahami kekuatan, kelemahan, kewajiban, dan arah pengembangan diri.
Perubahan yang cepat dalam era global yang diwarnai oleh kemajuan teknologi
informasi menjadi tantangan bagi guru untuk terus mengikuti perkembangan
tersebut dan melakukan perubahan dinamis guna meningkatkan kemampuannya.
Peran Kecerdasan Emosional
Salah satu aspek kunci dalam membangun profesionalisme guru
di era globalisasi adalah kecerdasan emosi. Istilah Emotional Intelligence
(kecerdasan emosional) yang pertama kali diperkenalkan pada tahun 1990 oleh
psikolog Peter Salovey dari Harvard University dan John Mayer dari University
of New Hampshire menjadi elemen penting dalam kompetensi kepribadian guru.
Kecerdasan emosi melibatkan lima karakter kemampuan utama:
- Mengenali Emosi Diri: Dasar dari kecerdasan emosi, penguasaan terhadap emosi diri memberikan kepekaan dalam pengambilan keputusan pribadi.
- Mengelola Emosi: Kemampuan untuk menghibur diri sendiri, melepaskan kecemasan, kemurungan, atau ketersinggungan sehingga guru dapat bangkit lebih cepat dari tantangan kehidupan.
- Memotivasi Diri Sendiri: Kecerdasan emosi berhubungan dengan kemampuan guru untuk membangkitkan hasrat, menguasai diri, dan menahan diri terhadap kepuasan dan kecemasan.
- Mengenali Emosi Orang Lain: Keterampilan empati menjadi syarat penting, memungkinkan guru menangkap dinamika sosial yang tersembunyi untuk lebih baik memahami kebutuhan dan keinginan orang lain.
- Membina Hubungan: Keterampilan dalam membina hubungan mencakup kecerdasan dan keterampilan guru dalam mengelola emosi orang lain, kepemimpinan, dan keberhasilan antar pribadi.
Penerapan Kecerdasan Emosional pada Pembelajaran
Kecerdasan emosi menjadi kunci bagi guru dalam mengenali dan
mengelola emosi peserta didik. Guru yang memiliki kecerdasan emosional dapat
menempatkan peserta didik sebagai pembicara yang baik dan menjadi pendengar
yang baik. Kemampuan guru untuk memahami peserta didik dari berbagai sudut
pandang, mengamati ekspresi wajah dan gerak tubuh, serta mengubah ekspresi
emosi sesuai dengan situasi, adalah hal yang esensial.
Banyak siswa mengalami kesulitan dalam mencapai hasil
belajar yang diharapkan, salah satunya disebabkan oleh ketidaksiapan mereka
terhadap teknologi. Guru yang memiliki kecerdasan emosional dapat memahami
dampak psikologis positif dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
seperti rasa ingin tahu yang besar terhadap kemajuan tersebut.
Solusi dan Aksi Guru
Guru perlu proaktif dalam mengatasi tantangan pendidikan di
era globalisasi. Meningkatkan kecerdasan emosi sebagai bentuk kematangan dan
ketegaran kepribadian menjadi solusi tepat. Guru yang mampu mengelola dorongan
emosi, baik dari diri sendiri maupun peserta didik, dapat memberikan kontribusi
nyata dalam peningkatan kualitas pendidikan di era yang penuh dengan dinamika
globalisasi.
Itulah artikel kami diatas tentang sebagai seorang guru tindakan
yang perlu dilakukan apa saja, semoga artikel tersebut bermanfaat bagi kalian
semua dan terimakasih telah berkunjung di blog kami.