Penurunan
jumlah penduduk di negra Jepang telah menjadi salah satu masalah yang dihadapi
negara ini dalam beberapa dekade terakhir. Meski merupakan salah satu negara
dengan ekonomi terbesar di dunia, Jepang dihadapkan pada tantangan demografis
yang kian memburuk yaitu penurunan populasi secara signifikan. Bukan hanya
sekadar statistik, penurunan jumlah penduduk juga mempengaruhi hampir setiap
aspek kehidupan di negara Jepang, mulai dari ekonomi, layanan publik, hingga
struktur sosial masyarakat. Untuk memahami mengapa hal tersebut terjadi,
penting untuk melihat berbagai faktor yang saling berkaitan dan pengaruh jangka
panjang.
Pola Penurunan Populasi
Dalam
beberapa tahun terakhir, penurunan jumlah penduduk di Jepang terus terjadi.
Berdasarkan laporan dari Kementerian Dalam Negeri Jepang, jumlah penduduk
negara tersebut mencapai puncaknya pada tahun 2008 dengan sekitar 128 juta
jiwa, dan sejak itu, angka tersebut mulai menurun secara konsisten. Pada tahun
2023, diperkirakan populasi Jepang turun menjadi sekitar 124 juta jiwa, dan
penurunan penduduk diprediksi akan terus berlanjut.
Penurunan
penduduk bukan hanya karena angka kematian yang melebihi angka kelahiran,
tetapi juga akibat dari rendahnya angka kelahiran di negara Jepang. Angka
kelahiran total (fertility rate) di Jepang, yang merupakan jumlah rata-rata
anak yang akan dilahirkan oleh seorang wanita sepanjang hidupnya, telah berada
di bawah tingkat penggantian (replacement level) sebesar 2,1 sejak tahun
1970-an. Pada tahun 2022, angka kelahiran di Jepang berada pada titik terendah,
yakni 1,34. Hal itu menunjukkan bahwa setiap generasi tidak dapat menggantikan
jumlah populasi sebelumnya, yang akhirnya mempercepat proses depopulasi.
Faktor-Faktor Penyebab Penurunan Populasi
Penurunan
jumlah penduduk di negara Jepang disebabkan oleh beberapa faktor yang saling
berhubungan. Beberapa di antaranya yaitu dari faktor budaya dan ekonomi Jepang,
sementara yang lain merupakan hasil dari perubahan sosial yang terjadi di era
modern. Berikut adalah beberapa faktor utama yang menjadi penyebab penurunan
populasi di negara Jepang:
1. Angka Kelahiran yang Rendah
Angka
kelahiran di negara Jepang yang terus menurun merupakan faktor utama dalam
penurunan populasi. Gaya hidup modern di Jepang sering kali tidak kondusif bagi
keluarga besar. Banyak pasangan, terutama yang tinggal di kota-kota besar
seperti Tokyo dan Osaka, merasa kesulitan untuk mengurus anak-anak di tengah
tekanan karier dan biaya hidup yang tinggi. Tingginya biaya perumahan,
pendidikan, dan perawatan anak membuat banyak penduduk menunda pernikahan atau
memutuskan untuk tidak memiliki anak sama sekali.
Selain itu,
budaya kerja di Jepang yang terkenal dengan jam kerja panjang dan ekspektasi
tinggi dari para karyawan turut menyulitkan untuk menyeimbangkan kehidupan
pribadi dan pekerjaan. Dalam banyak kasus, perempuan Jepang merasa terjebak
dalam dilema antara mengejar karier atau menjadi ibu rumah tangga, karena
kurangnya dukungan bagi wanita bekerja yang memiliki anak. Meski pemerintah
Jepang telah mencoba untuk memperkenalkan kebijakan yang ramah keluarga,
seperti cuti melahirkan yang lebih panjang dan subsidi perawatan anak,
dampaknya masih belum cukup untuk meningkatkan angka kelahiran.
2. Peningkatan Usia Pernikahan
Seiring
dengan kemajuan ekonomi dan pendidikan, usia rata-rata penduduk menikah di
negara Jepang juga meningkat. Banyak penduduk Jepang memilih untuk fokus pada
pendidikan dan karier sebelum menikah dan memulai keluarga. Hal itu menyebabkan
penundaan dalam memiliki anak, yang sering kali berdampak pada jumlah anak yang
dilahirkan. Usia rata-rata wanita Jepang untuk menikah saat ini adalah sekitar
29 tahun, meningkat dari beberapa dekade sebelumnya.
Penundaan
pernikahan juga dikaitkan dengan perubahan norma sosial dan harapan terhadap
pernikahan. Semakin banyak penduduk di Jepang yang memilih hidup tanpa pasangan
atau menunda pernikahan karena alasan ekonomi, sosial, atau pribadi. Hal itu
menyebabkan semakin sedikit pasangan yang memiliki anak di usia produktif.
3. Penuaan Populasi
Jepang
memiliki salah satu populasi tertua di dunia. Menurut data dari PBB, lebih dari
28% populasi Jepang berusia 65 tahun ke atas, dan angka ini diperkirakan akan
terus meningkat. Dengan semakin banyak penduduk lanjut usia dan semakin sedikit
penduduk muda, struktur demografis Jepang menjadi tidak seimbang. Hal itu
membuat situasi di mana jumlah kematian jauh melebihi angka kelahiran, yang
mempercepat penurunan populasi.
Populasi
yang menua juga berdampak pada banyak aspek lain, termasuk tenaga kerja,
produktivitas, dan permintaan terhadap layanan kesehatan. Sebagai tambahan,
semakin sedikitnya penduduk muda di angkatan kerja menyebabkan tekanan besar
pada sistem pensiun dan perawatan lansia di Jepang, yang memperparah tantangan
demografis.
4. Kurangnya Imigrasi
Berbeda
dengan banyak negara maju lainnya, Jepang relatif tertutup terhadap imigrasi.
Hal itu merupakan salah satu faktor yang membedakan Jepang dari negara-negara
Barat, seperti Amerika Serikat, Kanada, dan negara-negara di Eropa, yang
menggunakan imigrasi untuk mengimbangi penurunan angka kelahiran domestik.
Jepang memiliki kebijakan imigrasi yang ketat dan kurang mendorong masuknya
tenaga kerja asing dalam jumlah besar.
Meskipun
pemerintah Jepang telah mulai melonggarkan beberapa aturan imigrasi untuk
menarik lebih banyak pekerja asing, perubahan ini belum cukup untuk mengatasi
krisis demografis yang sedang berlangsung. Pada beberapa tahun terakhir,
pekerja asing hanya mencakup sekitar 2,5% dari populasi pekerja Jepang, jauh di
bawah tingkat di banyak negara maju lainnya. Tanpa adanya peningkatan dalam
imigrasi, Jepang akan terus menghadapi tantangan dalam mempertahankan jumlah
penduduk.
Dampak Penurunan Jumlah Penduduk
Penurunan
jumlah penduduk membawa dampak besar pada ekonomi dan sosial Jepang. Di sisi
ekonomi, semakin sedikit penduduk muda yang memasuki angkatan kerja berarti
pertumbuhan ekonomi Jepang akan melambat. Kurangnya tenaga kerja juga
menghambat inovasi dan produktivitas, yang berdampak pada daya saing Jepang di
pasar global. Sementara itu, beban biaya perawatan kesehatan dan pensiun untuk
populasi yang menua terus meningkat, serta membebani anggaran negara.
Dari sisi
sosial, penurunan jumlah penduduk juga berdampak pada kesejahteraan masyarakat.
Banyak komunitas di pedesaan Jepang telah mengalami penurunan populasisehingga
beberapa kota kecil hampir menjadi kota hantu. Sekolah-sekolah ditutup, layanan
publik terbatas, dan infrastruktur mulai terbengkalai. Di kota-kota besar,
isolasi sosial menjadi masalah yang semakin meningkat, terutama di kalangan
lansia yang hidup sendiri.
Upaya Pemerintah Mengatasi Penurunan Populasi
Pemerintah
Jepang telah menyadari masalah dan mencoba berbagai langkah untuk meningkatkan
jumlah penduduk. Berbagai kebijakan telah diperkenalkan untuk meningkatkan
angka kelahiran, termasuk pemberian subsidi perawatan anak, peningkatan cuti
melahirkan, dan dukungan finansial bagi keluarga muda. Namun, hingga saat ini,
upaya tersebut belum menunjukkan hasil.
Selain itu,
pemerintah juga mulai melonggarkan aturan imigrasi untuk menarik lebih banyak
pekerja asing, terutama di sektor-sektor yang mengalami kekurangan tenaga
kerja, seperti perawatan lansia dan konstruksi. Meskipun langkah ini merupakan
perubahan dalam kebijakan Jepang, tantangan budaya dan sosial terkait imigrasi
masih menjadi hambatan besar.
Penurunan
jumlah penduduk di Jepang bukan hanya masalah demografis, melainkan krisis
nasional yang mempengaruhi hampir setiap aspek kehidupan. Meskipun pemerintah
telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah tersebut, tantangan
yang dihadapi negara Jepang begitu beragam sehingga dibutuhkan waktu, komitmen
untuk meningkatkan jumlah penduduk.