Penelitian termasuk bagian intelektual yang membuka
kesadaran realita. Dalam perjalanannya, para peneliti dihadapkan pada berbagai
pilihan, termasuk memilih paradigma yang tepat untuk memandu Penelitian mereka.
Paradigma, bagaikan petunjuk dalam perjalanan, memberikan kerangka berpikir dan
metodologi yang mendasari setiap langkah penelitian.
Artikel berikut membuat Anda memahami dunia paradigma
penelitian, menerima berbagai sudut pandang dan filosofis yang mendasarinya.
Mari kita telusuri lebih lanjut beberapa paradigma penelitian utama berikut:
1. Positivisme: Mencari Kebenaran Objektif Melalui Pengukuran
Positivisme, yang lahir dari filsafat positivisme, meyakini
bahwa dunia sosial dapat dipelajari secara sainstifik dan objektif, layaknya
ilmu pengetahuan alam. Paradigma ini melihat realitas sebagai sesuatu yang
eksternal, independen dari peneliti, dan dapat diukur dengan metode-metode
ilmiah yang ketat.
Auguste Comte, sang pelopor positivisme, berpendapat bahwa
ilmu pengetahuan bertujuan menemukan "hukum-hukum" yang mengatur
fenomena sosial, sama halnya dengan hukum fisika yang mengatur alam semesta.
Peneliti positivistik bertindak sebagai pengamat netral yang
mengumpulkan data empiris melalui survei, uji coba berkala, dan analisis
statistik. Paradigma ini sering diasosiasikan dengan metode penelitian
kuantitatif, yang menghasilkan data numerik yang dapat dianalisis secara
statistik untuk menguji hipotesis penelitian.
2. Interpretatif: Memahami Makna dan Perspektif
Berbeda dengan positivisme, paradigma interpretatif
menjelaskan pentingnya memahami maksud yang diberikan seseorang terhadap dunia
dan pengalaman mereka. Realitas, menurut paradigma ini, bersifat subjektif dan
dinamis, dibentuk oleh definisi dan interaksi sosial.
Peneliti interpretatif berusaha "masuk ke dalam
ruang" para subjek penelitian mereka, untuk memahami bagaimana melihat dan
memahami dunia sekitar. Tokoh terkemuka, Clifford Geertz, menjelaskan bahwa penelitian kualitatif
bertujuan untuk memahami "maksud yang diberikan orang-orang kepada
kehidupan dan bagaimana mereka berinteraksi dengannya".
Paradigma ini menerapkan metode penelitian kualitatif,
seperti wawancara mendalam, observasi koresponden, dan analisis dokumen. Peneliti kualitatif mengumpulkan data
tekstual yang kaya, seperti narasi, cerita, dan pengalaman hidup para subjek
penelitian.
Contoh Penelitian Paradigma Interpretatif:
Misalnya, penelitian yang mengeksplorasi pengalaman hidup
para tunawisma akan lebih cocok menerapkan paradigma interpretatif. Peneliti
dapat melakukan wawancara mendalam untuk memahami bagaimana para tunawisma
memaksudi pengalaman mereka di jalanan, serta bagaimana mereka berinteraksi
dengan masyarakat dan institusi sosial lainnya.
3. Kritis: Membongkar Struktur Kekuasaan dan Ketidakadilan
Paradigma kritis berorientasi pada kritik terhadap struktur
sosial, politik, dan ekonomi yang dianggap tidak adil dan menindas. Paradigma ini bertujuan untuk membongkar relasi kuasa yang timpang dan
mendorong perubahan sosial ke arah yang lebih egaliter.
Tokoh kunci seperti Karl Marx percaya bahwa "peran filsuf bukan hanya
untuk memahami dunia, tetapi juga untuk mengubahnya". Paradigma kritis sering dikaitkan dengan penelitian
aksi koresponden, dimana peneliti terlibat langsung dengan komunitas yang
terpinggirkan untuk melakukan penelitian dan advokasi bersama-sama.
Contoh Penelitian Paradigma Kritis:
Sebuah penelitian yang
menganalisis kebijakan penggusuran warga miskin dapat menerapkan paradigma kritis. Peneliti
dapat mengkaji bagaimana kebijakan tersebut berdampak pada kehidupan
masyarakat, serta mengetahui praktik-praktik diskriminatif yang mungkin
terjadi.
Baca Juga: > Positivisme Penerapan Nyata Pada Kehidupan Sehari-hari
4. Konstruktivisme: Membangun Realitas Melalui Interaksi
John Dewey, salah satu tokoh konstruktivisme, berpendapat bahwa "pengetahuan bukanlah
sesuatu yang diberikan kepada kita, tetapi sesuatu yang kita bangun melalui
interaksi dengan dunia".
Paradigma ini menjelaskan peran aktif seseorang dalam
menciptakan maksud dan realitas mereka sendiri.
Peneliti konstruktivistik berusaha memahami bagaimana seseorang
membangun maksud melalui interaksi sosial, bahasa, dan budaya.
Metode Penelitian Paradigma konstruktivisme:
Penelitian konstruktivisme umumnya menerapkan metode
penelitian kualitatif, seperti studi kasus, etnografi, dan analisis naratif.
Peneliti mengumpulkan data teksual yang kaya, seperti cerita, pengalaman, dan
interaksi sosial para seseorang.
Contoh Penelitian Paradigma konstruktivisme:
Sebuah penelitian yang meneliti bagaimana anak-anak belajar
bahasa dapat menerapkan paradigma konstruktivisme. Peneliti dapat mengamati
interaksi bahasa anak-anak dengan orang tua dan teman sebaya mereka, dan
menganalisa bagaimana membangun maksud dan pemahaman bahasa mereka sendiri.
Baca Juga: > Paradigma Penelitian Kualitatif Bukan Sekedar Cerita Menuju Realita
Memilih paradigma penelitian yang tepat merupakan langkah
utama dalam merancang penelitian yang efektif. Peneliti harus mempertimbangkan
pertanyaan penelitian, sifat data yang ingin dikumpulkan, dan tujuan
penelitiannya.
Paradigma bukanlah kotak yang kaku, melainkan metodologi
yang mudah serta dapat dikombinasikan dan disesuaikan dengan kebutuhan
penelitian. Peneliti yang ahli dapat memanfaatkan berbagai paradigma untuk
memperkaya pemahaman tentang fenomena yang diteliti.