Awal Perkembangan Sang Buah Hati

 



Saat lahir otak bayi memiliki 100 miliar neuron, kira-kira sebanyak bintang di galaksi Bima Sakti. Bila anak-anak jarang diajak bermain dan disentuh, perkembangan otaknya 20% atau 30% lebih kecil daripada ukuran normalnya pada usia itu.

 

kehidupan luar biasa nampak pada minggu ketiga setelah sperma membuahi sel telur yang bersemayam di rahim. Ketika itu selapis tipis sel dalam embrio calon si jabang bayi, berkembang pesat, menari-nari, melipat membentuk silinder berisi cairan yang disebut neuron. Sel-sel dalam neuron kemudian berkembang berlipat-lipat dengan kecepatan 250.000 per menit. Otak dan sumsum tulang belakang membentuk diri dalam gerakan-gerakan yang sudah terprogram rapih.

 

Pada pekan kesepuluh sesudah pembuahan, sel-sel saraf dalam otak janin semakin sibuk dengan aneka kegiatan. Setiap sel otak menghubungi teman-temannya, saling berkomunikasi, terus menerus dan berulang-ulang. Ada gelombang kegiatan neuron yang tengah membentuk sirkuit otak menjadi pola yang lama-kelamaan menyebabkan bayi yang kelak lahir nanti mampu menangkap suara ayah, sentuhan ibu, atawa gerakan mainan gantung di boks tempat tidurnya.

 

 

Sel-sel otak bayi itu baru sebagian yang telah terhubung dengan sejumlah organ penting, di antaranya sel-sel otak yang mengendalikan detak jantung, pernafasan, gerak refleks, pendengaran, dan naluri hidup.

 

Saat anak usia 3 tahun, sel otak telah membentuk sekitar 1000 triliun jaringan koneksi (sinapsis). Jumlah ini 2 kali lipat, lebih banyak dari yang dimiliki orang dewasa. Setiap satu sel otak dapat berhubungan dengan 15.000 sel lain. Jaringan koneksi yang jarang digunakan akan mati, sedangkan yang sering digunakan akan semakin kuat dan permanen. Setiap rangsangan atawa stimulasi yang diterima anak melahirkan sambungan baru, dan memperkuat sambungan yang sudah ada.

 

Pertumbuhan spektakuler otak itu juga dikemukakan Tony Buzan, ahli neurologi yang menulis tak kurang dari 80 judul buku mengenai otak. Selama kurang lebih sembilan bulan dalam kandungan, otak bayi berkembang lebih cepat dibandingkan saat sudah lahir (Tony Buzan, Brain Child, How Smart Parents Make Smart Kids –terjemahan bahasa Indonesia berjudul Brain Child, Cara Pintar Membuat Anak Jadi Pintar, 2005).

 

Perkembangan otak janin, kata Buzan, juga dipengaruhi berbagai faktor, antara lain faktor genetis dan asupan makanan yang mengalir dalam darah ibunya. Makanan bergizi dan seimbang bukan hanya bermanfaat untuk sang ibu, melainkan juga berpengaruh pada perkembangan janin, terutama untuk pembentukan sel otak.

 

Ibu hamil mutlak harus memahami faktor-faktor penghambat pertumbuhan sel saraf otak bayi. Di antaranya rokok, alkohol dan obat-obat terlarang. Menurut Buzan, kondisi psikologis si ibu juga berpengaruh pada pertumbuhan janin. Apa yang terjadi pada pikiran ibu dapat mempengaruhi perkembangan mental bayi.

 

Bila selama pertumbuhan itu, anak tidak mendapat rangsangan yang tepat, otak anak akan menderita. Para peneliti di Baylor College of Medicine, misalnya, menemukan bahwa apabila anak-anak jarang diajak bermain, disentuh, perkembangan otaknya 20% atau 30% lebih kecil daripada ukuran normalnya pada usia itu.

 

Hasil kajian sangat fenomenal dikemukakan Benjamin S. Bloom. Psikolog kondang Amerika Serikat itu menelurkan tesis bahwa pada usia 4 tahun perkembangan kecerdasan anak mencapai 50%. Pada usia 8 tahun tingkat kecerdasannya mencapai 80 %, dan di usia 18 tahun sudah paripurna alias 100%.

 

Dilihat dari sisi pertumbuhan fisik, bayi baru lahir sudah mencapai 25% kesempurnaan fisik manusia. Pada usia 6 tahun mencapai 90%. Kesempurnaan fisik manusia dicapai pada usia 12 tahun (100%).

 

Tentu saja, pengetahuan baru ini tidak saja menarik bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Mestinya juga dipahami para orangtua dan pengambilan kebijakan bidang pendidikan. Ahli perkembangan anak di dunia Barat menilai perlunya program prasekolah yang bertujuan memperbesar daya otak anak yang dilahirkan di keluarga miskin di pedesaan dan perkampungan kota. “Ada skala waktu bagi perkembangan otak, dan tahun yang paling penting adalah tahun pertama,” kata Frank Newman, Presiden Komisi Pendidikan Amerika Serikat. Pada usia tiga tahun, anak yang ditelantarkan atau disia-siakan akan membawa cap yang sulit atau bahkan tidak dapat dihapus.

 

Penelitian baru lainnya memberi harapan bahwa otak anak selama tahun-tahun pertama itu, mudah dibentuk. Sehingga, andai anak di usia dini terkena stroke atau cedera yang merusak satu belahan otaknya, ia masih bisa tumbuh menjadi orang dewasa dengan fungsi organ secara penuh. “Kita mungkin tidak dapat berbuat banyak untuk mengubah apa yang terjadi sebelum bayi dilahirkan. Tetapi kita bisa mengubah apa yang terjadi sesudah anak lahir,” kata Dr Harry Chugani, ahli neurologi pediatri dari Wayne State University Detroit, Amerika Serikat.

 

Penelitian lain membuktikan bahwa pendidikan anak usia dini berperan besar bagi kehidupan anak, kelak saat dewasa, baik dilihat dari sisi prestasi akademik maupun keberhasilan pendapatan ekonomi. Studi High Scope Perry Preschool Program di Amerika Serikat kurun 1962-1967 memfokuskan penelitian pada anak-anak Amerika Serikat keturunan Afrika dari keluarga berpenghasilan rendah yang punya risiko putus sekolah. Anak-anak itu, baik dari kelompok peserta maupun kontrol, ditelusuri setiap tahun dari usia 3 hingga 11 tahun, dan beberapa kali sampai mereka berusia 40 tahun.

 

”Faktanya, anak-anak yang mengikuti pendidikan prasekolah terbukti mampu meningkatkan IQ pada usia 5 tahun. Tingkat kelulusan mereka juga lebih tinggi di sekolah menengah, serta memiliki pendapatan yang lebih tinggi pada usia 40 tahun. Analisis rinci menunjukkan program itu menghasilkan rasio antara manfaat berbanding biaya sekitar 17:1,”

 

Begitu berartinya PAUD mendorong dunia internasional lebih memberikan komitmen dan perhatian tinggi. Antara lain terlihat dari pertemuan di Jomtien, Thailand, pada 1990. Forum itu melahirkan Deklarasi Jomtien yang isinya antara lain menyatakan pentingnya pendidikan untuk semua mulai dari kandungan sampai liang lahat.

 

Konsep pendidikan untuk semua , lebih ditegaskan lagi dalam pertemuan Dakkar, Senegal pada 2000. Deklarasi Dakkar antara lain menyatakan komitmen untuk “memperluas dan memperbaiki keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi anak-anak yang sangat rawan dan kurang beruntung.” Selain itu juga menekankan pada program wajib belajar pendidikan dasar, life skills, pemberantasan buta aksara, kesetaraan jender, dan peningkatan mutu pendidikan.

 

Konsep bijak para ilmuwan di abad ke-21 itu dan semangat internasional pada PAUD, sejatinya sudah ditangkap Ki Hajar Dewantara dengan Taman Indria-nya di awal abad ke-20. Sayangnya, kebijakan pemerintah di zaman kolonial, masa kemerdekaan hingga periode panjang di era Orde Baru tidak berpihak kepada pendidikan anak usia dini.

LihatTutupKomentar